HarianBatakpos.com – Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini hanya memiliki cadangan Bahan Bakar Minyak (BBM) operasional untuk 21 hari. Hal ini bisa menjadi masalah besar apabila negara ini menghadapi kondisi darurat atau konflik. Bahlil mengingatkan bahwa cadangan BBM yang minim berpotensi mengancam ketahanan energi nasional.
Menurut Bahlil, masa keemasan Indonesia sebagai anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dengan produksi mencapai 1,6 juta barel per hari kini hanya tinggal kenangan. Pada 1996-1997, sekitar 40-50 persen pendapatan negara berasal dari minyak. Namun, produksi minyak Indonesia kini hanya sekitar 600 ribu barel per hari, sementara konsumsi minyak dalam negeri mencapai 1,6 juta barel per hari.
“Di masa keemasan kita, pernah nggak kita bangun refinery minyak yang memadai? Nggak ada. Bahkan storage penyimpanan minyak kita, itu cuma kapasitasnya 21 hari. Jadi kalau Indonesia ini perang, kita nggak dapat minyak 21 hari, udah rusak ini kita. Ketahanan energi kita nggak ada,” kata Bahlil dalam Program Economic Update CNBC Indonesia, Kamis (1/8/2024). Bahlil juga menyebutkan bahwa idealnya, cadangan BBM nasional adalah 90 hari sesuai standar dunia, sementara negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura memiliki cadangan BBM nasional hingga 60 hari.
Untuk mengatasi masalah ini, Bahlil menegaskan perlunya hilirisasi sumber daya alam. “Dengan penduduk yang besar, maka tidak ada cara lain selain melakukan hilirisasi seluruh sumber daya alam kita,” ujarnya.
Sementara itu, Dewan Energi Nasional (DEN) sedang memfinalkan aturan mengenai Cadangan Penyangga Energi (CPE) nasional. Sekretaris Jenderal DEN, Djoko Siswanto, menyatakan bahwa Rancangan Peraturan Presiden (RPP) Tentang CPE masih menunggu paraf dari Menteri BUMN dan Presiden. “Ini tinggal diparaf oleh Menteri BUMN, terus Presiden, terus langsung teken,” kata Djoko dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (11/6/2024).
Cadangan penyangga energi ini diharapkan mampu mengatasi krisis dan darurat energi dengan menyediakan cadangan untuk minyak mentah, LPG, dan bensin selama 30 hari. Djoko menjelaskan bahwa cadangan ini penting untuk menghadapi ketidakpastian kondisi geopolitik, seperti yang terjadi di Timur Tengah saat ini. “Kita butuh cadangan penyangga energi untuk ketahanan energi dalam negeri. Kalau tidak, kita akan mengalami kesulitan jika terjadi krisis atau konflik,” tambah Djoko.
Komentar