Medan, Harianbatakpos.com – Kecerdasan buatan (AI) generatif seperti ChatGPT telah membawa dampak besar bagi berbagai industri, termasuk sektor pendidikan.
Sebagian besar pelajar kini mengandalkan AI untuk membantu mereka mengerjakan tugas. Namun, dampak penggunaan ChatGPT terhadap platform bimbingan belajar online, seperti Chegg, cukup signifikan.
Chegg, yang sebelumnya menjadi pilihan utama bagi siswa yang mencari bantuan tugas, kini menghadapi krisis besar. Dilaporkan oleh Wall Street Journal, valuasi Chegg mengalami penurunan drastis, hilang sekitar US$14,5 miliar (sekitar Rp 229 triliun) akibat anjloknya saham perusahaan hingga 99% dari puncaknya pada 2021.
itu, lebih dari setengah juta pelanggan berbayar Chegg memilih berhenti berlangganan, yang turut memperburuk kondisi keuangan perusahaan, dilansir dari jurnaltinta.com.
Dampak ChatGPT pada Chegg dan Dunia Pendidikan
Sejak peluncuran ChatGPT oleh OpenAI pada 2022, platform seperti Chegg kehilangan relevansinya dengan cepat. ChatGPT memungkinkan siswa untuk mendapatkan jawaban dalam hitungan detik, yang jauh lebih cepat, gratis, dan praktis dibandingkan dengan layanan yang ditawarkan Chegg.
Hal ini menyebabkan lebih dari 62% mahasiswa memilih ChatGPT sebagai sumber bantuannya, sementara hanya 30% yang tetap setia menggunakan Chegg, menurut survei terbaru.
Meskipun ChatGPT menawarkan jawaban cepat, para ahli mengingatkan bahwa informasi yang dihasilkan oleh LLM (model bahasa besar) seperti ChatGPT tidak selalu akurat dan sering kali bisa salah, atau “halusinasi”.
Oleh karena itu, penggunaan ChatGPT sebagai sumber belajar tetap memerlukan verifikasi untuk memastikan kualitas dan kebenaran jawabannya.
Dengan pendapatan yang menurun dan ketidakpastian keuangan, Chegg kini harus mencari solusi untuk mempertahankan eksistensinya di tengah persaingan dengan teknologi AI generatif.
Komentar