Kerajaan Mataram Islam adalah salah satu entitas politik yang berperan penting dalam sejarah Indonesia. Melalui serangkaian raja yang bijaksana dan berpengaruh, kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya serta meninggalkan warisan budaya, politik, dan sosial masih bisa ditemukan hingga kini.
Pada masa keemasannya, kerajaan yang didirikan pada 1586 masehi ini mampu menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk Madura. Beberapa peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Islam pun masih dapat dilihat hingga kini, seperti wilayah Matraman di Jakarta dan sistem persawahan di Karawang.
Raja-Raja Kerajaan Mataram Islam
Danang Sutawijaya (1586 – 1601 M)
Setelah naik takhta pada 1586 M, Danang Sutawijaya bergelar Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Masa pemerintahannya ditandai dengan adanya perang terus-menerus untuk menundukkan para bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Seperti contohnya Bupati Ponorogo, Madiun, Kediri, dan Pasuruan.
Sultan Anyakrawati (1601 – 1613 M)
Setelah Panembahan Senapati wafat pada 1601 M, kekuasaan jatuh ke tangan putranya yang bernama Mas Jolang atau Pangeran Seda Krapyak dengan gelar Sultan Anyakrawati. Pada masa pemerintahannya, bupati di Jawa Timur banyak yang melepaskan diri. Mas Jolang berusaha menundukkan pemberontakan tersebut, tetapi sebelum upayanya berhasil dirinya wafat dalam pertempuran di daerah Krapyak.
Sultan Agung (1613 – 1645 M)
Mas Rangsang lebih dikenal dengan gelarnya Sultan Agung Hanyakrakusuma Senapati Ing Alaga Ngabdurrahman Kalifatullah. Di bawah kekuasaan Sultan Agung, Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak keemasannya. Mataram mengalami kemajuan dalam segala bidang, misalnya pada sektor pertanian yang maju sehingga rakyatnya hidup makmur.
Amangkurat I (1646 – 1677 M)
Raden Mas Sayidin dinobatkan sebagai penerus Sultan Agung dengan gelar Amangkurat I. Namun, Amangkurat I sangat lunak terhadap Belanda sehingga Kerajaan Mataram Islam mulai mengalami kemunduran. Secara berangsur, wilayah kerajaan menyempit akibat aneksasi yang dilakukan Belanda sebagai imbalan atas intervensinya dalam pertentangan di kalangan keluarga kerajaan.
Amangkurat II dan Berakhirnya Kerajaan Mataram Islam
Pada 1677, Amangkurat I meninggal dalam pelarian dan putranya, Adipati Anom, terpaksa menjalin kerjasama dengan VOC untuk melumpuhkan Trunojoyo. Trunojoyo berhasil dilumpuhkan pada 1679, dan takhta Kesultanan Mataram diberikan kepada Adipati Anom dengan gelar Amangkurat II.
Setelah itu, lewat Perjanjian Giyanti pada 1755, Kerajaan Mataram Islam dibagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.
Raja-raja Kerajaan Mataram Islam telah mencatatkan namanya dalam lembaran sejarah Indonesia dengan keberhasilan dan tantangan yang mereka hadapi. Dari kejayaan Sultan Agung hingga konflik suksesi yang mengguncang fondasi kerajaan, warisan mereka tetap hidup dalam ingatan dan cerita-cerita sejarah yang diperdengarkan dari generasi ke generasi.
Komentar