Daerah
Beranda » Berita » Danau Toba Wisata Budaya, Gubsu Edy Diminta Tidak Politisasi SARA

Danau Toba Wisata Budaya, Gubsu Edy Diminta Tidak Politisasi SARA

Sutrisno Pangaribuan ST.

Medan-BP: Pernyataan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi soal syariah  kawasan wisata danau Toba dinilai diskriminatif, sesat dan politisasi SARA.

Penilaian ini dilontarkan para kalangan tokoh masyarakat dan tokoh Batak di Sumatera Utara. Pasalnya pernyataan Gubsu belum lama ini selain diskriminasi juga kontroversial.

Tokoh muda batak Sumut, Sutrisno Pangaribuan ST kepada harianbatakpos.com, Sabtu (31/8/2019) menyatakan, diskriminasi dimaksud menjadi bias. Karena ada kalimat kepentingan mendirikan rumah ibadah buat fasilitas turis dari Malaysia, dan Brunai Darussalam.

Profil Bakhtiar, Wakil Bupati Batanghari Terpilih

Anehnya, ujar Sutrisno Pangaribuan ST yang juga Ketua Komisi D DPRD Sumut ini sangat tidak relefan seorang Gubsu berujar terkait pemotongan hewan berkaki empat disembarang tempat di tanah Batak. Sehingga menjadi syarat kedatangan wisatawan di danau toba, kata Sutrisno menambahkan.

Pernyataan ini, lanjut Sutrisno Pangaribuan ST Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Sumut ini  tentu memancing reaksi publik yang sekian lama nyaman dengan kerukunan umat beragama di kawasan Danau Toba. Seakan rumah ibadah dan lokalisasi tempat pemotongan hewan berkaki empat menjadi syarat kedatangan wisatawan.

Kekhwatiran publik sangat beralasan mengingat pernyataan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Elisa Marbun, di masa kepemimpinan Gubernur T. Erry Nuradi. Ide untuk membuat zonasi halal di kawasan Danau Toba waktu itu pun ditolak. Kini muncul lagi ide “halal” jilid 2, yang langsung disampaikan oleh Gubernur Edy Rahmayadi.

Ide itu bukan hanya sesat, namun diskriminatif, dan dapat menghadirkan prasangka, amarah bahkan kebencian. Masyarakat yang sekian lama sudah hidup berdampingan, dipaksa untuk memihak atau menolak ide gila seperti itu.

Profil Fadhil Arief Bupati Batanghari Dua Periode

Kepelbagaian menjadi keniscayaan di kawasan Danau Toba. Penganut agama dan kepercayaan apapun tidak pernah dilarang pun dibubarkan oleh penganut agama atau kepercayaan lainnya di kawasan Danau Toba. Kita belum pernah mendengar ada tekanan, intimidasi, maupun upaya pembubaran paksa acara keagamaan maupun kepercayaan yang berbeda di kawasan Danau Toba, ungkap Sutrisno Pangaribuan mantan Ketua Gerakan Muda Kristen Indonesia (GMKI) Medan ini menyesalkan.

Oleh karenanya, Gubernur atau siapapun dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten diminta untuk tidak mengusik keharmonisan kawasan Danau Toba dengan ide- ide diskriminatif. Ide yang didasari pada pendekatan SARA akan menghasilkan sesuatu yang buruk. Kawasan Danau Toba didiami, dihuni oleh penduduk yang “beradat”. Mereka sangat menghargai kepelbagaian, sekaligus dengan tegas menolak setiap upaya dominasi dari pihak manapun.

Gubernur Edy Rahmayai diminta fokus untuk melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten se kawasan Danau Toba dan Pemerintah Pusat dalam rangka mendukung pembangunan kawasan pariwisata strategis nasional ( KSPN ) Danau Toba. Dukungan itu diwujudkan melalui alokasi APBD TA.2020 untuk kawasan Danau Toba. Rencana aksi untuk menutup seluruh KJA, dan seluruh aktivitas yang merusak kawasan Danau Toba. Baik pelaku illegal loging, pembuangan limbah ke Danau Toba perlu dikejar oleh Gubernur Sumatera Utara.

Terkait aktivitas memotong, menjual, bahkan memakan hewan berkaki empat, Gubernur tidak perlu mengurusinya. Biar para Kepala Desa se kawasan Danau Toba yang mengurusnya. Mereka memiliki kemampuan untuk mengurus aktivitas di desanya. Demikian juga terkait rumah ibadah di kawasan Danau Toba, Gubernur pun tidak harus memikirkannya. Semua penganut agama dan kepercayaan di kawasan Danau Toba secara merdeka telah memikirkan kebutuhan atas rumah ibadah di sana.

Sutrisno Pangaribuan, Anggota DPRD Sumut masa Bhakti 2014-2019 ini menghimbau kepada seluruh masyarakat yang tinggal di kawasan Danau Toba, pun yang berdiaspora di seluruh dunia kita akhiri polemik pernyataan Gubernur.

Kita juga menghimbau agar Gubernur tidak lagi menyampaikan pernyataan kontroversi yang dapat memicu kemarahan publik. Fraksi PDI Perjuangan DPRDProvinsi Sumatera Utara akan mendukung setiap ide, gagasan, dan tindakan untuk membangun Sumatera Utara yang majemuk. Namun kami juga akan menolak, melawan dan siap berhadapan dengan siapapun yang berpikiran diskriminatif, politisasi SARA, dan ekploitasi ikatan- ikatan primordial.

Wisata Syariah upaya SARA

Spesifikasi Wisata Syariah harus ditolak, penolakan ini ditulis warga melalui medsos.

Seperti dikutip dalam tulisan Zainal Nainggolan di Medsos bahwa sebagai daerah otonom benar Bupati harus menolak dan tidak perlu harus bermerek Wisata Halal Syariah.

Cukup diatur saja oleh Bupati sehingga daerah tsb lebih teratur dan tertib.

Seperti di atas kapal pesiar di sungai Nil dan Pantai Sharm el Sheik Mesir   di Cafe Betlehem Palestina, Jordania dan di Turki tidak  pakai merek wisata halal syariah. Di Indonesia juga banyak menolak karena kontra produktif dgn upaya meningkatkan Parawisata. Gubernur harusnya berpikirnya untuk membuka jalur penerbangan langsung ke Silangit atau ke kualanamu dari Eropa, Amerika, Cina dan lain lain. Berfikir bagaimana menyiapkan Kabupaten sehingga siap memberikan pelayanan terhadap wisatawan.

Baru Keren dan mantab..

Jangan korbankan hal yg lebih besar hanya untuk hal hal yg tidak mendukung Wisata disekitar Danau Toba..

BUPATI HARUS IKUT TURUN MENOLAK KEBIJAKAN GUBERNUR EDY RAHMAYADI

Dalam tulisan saya yang pertama di sosmed Sabtu, 24/8/2019 sudah menyatakan penolakan rencana Gubsu bapak Edy Rahmadi. Penolakan saya karena sangat merugikan perekonomian rakyat Batak. Warga tidak ingin Gubsu Edy membawa politik agama ke danau toba dan menolak wisata Halal Syariah. Mengingat daerah Danau toba adalah wisata budaya, icon pusat sejarah suku Batak dan sejarah agama Nasrani yang menganut agama Nasrani 99%.

Dalam tulisan saya yang petama bisa dikatakan lebih 95% mendukung argumentasi saya dan sangat menolak dan mengecam rencana program bapak Gubsu Edy Rahmayadi.

Dalam hal polimik ini, pemerintah daerah Bupati Tobasa, Samosir dan Humbang Hasundutan harus ikut dan turun mendukung penolakan rakyat.

Bupati dan Wakilnya dipilih rakyat dan dipercayakan oleh rakyat untuk memimpin serta menjaga tradisi budan dan agama Nasrani supaya tidak terganggu. Oleh sebab itu, ketiga Bupati harus ikut bersama rakyat untuk menolak rencana Gubsu Edy. Sebagai Bupati tentu punya wewenang untuk menolak kebijakan gubernur jika merugikan rakyat yang dipimpinya. Terkusus yang merugikan perekonomian rakyat, melemahkan budaya adat istiadat dan agama setempat.

Adapun poin kebijakan gubsu Edy untuk danau toba yang sangat ditolak dan tidak ada tolerin adalah:

1. Menolak untuk menertipkan ternak babi dan pemotongan ternak babi.

Selama ini, tidak ada pernah warga Batak di kawasan danau toba memotong ternak babi sembarang tempat. Tidak pernah memotongnya di jalan atau di perairan danau. Jikapun ada pemotongan dan memasak daging babi di halaman rumah warga, itu hanya pada saat acara pesta. Jadi gubsu Edy jangan merusak kebisaan dan kegiatan acara pesta sehingga kami menjadi sulit untuk mengadakan pesta.

2.  Warga Batak sangat menolak diterapkan wisata Halal Syariah.

Wisata danau toba adalah daerah di kelilingi beberapa Kabupaten dan menganut agama Kristen lebih 99%. Selama ini sudah banyak kegiatan kuliner khas Batak Kristen. Dengan aturan wisata Halal Syariah tentu akan sangat merugikan perekonomian warga Batak. Dimana dengan wasita Halal Syariah kelak akan melarang kuliner Batak Kristen untuk beraktifitas di kawasan wisata danau toba. Terkusus daerah ini adalah daerah Nasrani. Namun warga Batak tidak keberatan restoran atau kuliner Muslim diadakan.

3. Warga Batak sangat menolak rencana Gubsu Edy untuk membangun beberapa Mesjid di kawadan wisata danau toba.

Rencana pembangunan Mesjid tidak ada kaitanya untuk lebih memajukan industri wisata danau toba. Mengingat warga di daerah ini 99% menganut agama Nasrani dan pusat budaya adat Batak. Jika untuk kebutuhan wisatawan Muslim, danau toba banyak hotel dan setiap hotel memiliki Musolah untuk Sholad. Dan warga Batak tidak pernah keberatan hotel mempasilitasi sebuah Musolah.

4.  Semua panitia tim pembangunan wisata danau toba harus berasal dari putera Batak Kristen.

Mengingat daerah ini adalah icon dan pusat budaya adat istiadat Batak dan daerah Nasrani, maka putera Batak yang lebih paham kebutuhan wisata danau toba. Hal ini untuk tetap terjaganya budaya dan agama Nasrani. Bagaimanapun cita-cita putera Batak adalah menjadikan kawasan ini menjadi wisata Budaya seperti Bali. Kemampuan putera Batak dan budayanya akan mampu menjadikan wisata danau toba ini lebih indah dan maju seperti Bali. Bahkan konsep dan pengolaan dari tim pembanguna wisata danau toba dari putera Batak akan mampu mengundang banyak wisatawan dari mancanegara dan nasional setiap harinya. Oleh sebab itu,  berikan putera Batak Kristen menjadi tuan didaerahnya sendiri untuk menentukan nasip dan kemajuan daerahnya.

Selama perencanaan kawasan danau toba dikembangkan, bapak Presiden sudah sering berkunjung ke daerah danau toba. Dalam berbagai kunjunganya, bapak Presiden hanya fokus untuk pembangunan infrastruktur dan memajukan budaya daerah wisatawan ini. Yang paling menarik adalah bapak Presiden lebih memperhatikan untuk memajukan dan mempertahankan tradisi budaya dan rumah adat serta kerajinan budaya Batak seperti tenun ulos. Kebijakan bapak Presiden Jokowi lah yang kami idamkan bukan kebijakan bapak Gubsu Edy hanya program agama Islam.

Sedangan bapak gubsu Edy tidak ada gebrakan untuk membangun danau toba tapi datang hanya untuk membawa agenda agama Muslim kedaerah ini denga penerapan wisata Halal Syariah.

Bapak gubsu Edy sebaiknya bekerja untuk pembangunan, jangan sibuk dengan agenda agama. Yang perlu bapak pahami bahwa daerah toba itu adalah daerah Nasrani dan pusat budaya adat istiada Batak jadi jangan mencoba menSyariahkan daerah toba.

Apapun yang terjadi, kami putera Batak akan menjaga dan mengawasi daerah Batak dari agenda politik agama Islam. Fakta yang terjadi aturan Syariah dalam industri wisata akan menjadikan wisata yang tidak sulit berkembang karena aturan-aturan Syariat Islam. Indonesia adalah negara pancasila dan kawasan danau toba adah daerah Nasrani. Oleh karena itu, jangan membawa Syariah Islam ke kawasan wisata danau toba.

Bapak Gubsu dan para Bupati, mari kita diskusikan masalah ini dan libatkan putera Batak karena kami harus menjadi Raja dan Tuan didaerah kami sendiri.

Salam danau toba.

Zainal Nainggolan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *