Dengan adanya prakata ini, saya ingin mengangkat isu mengenai kasus Bunuh Diri yang tidak sedikit banyaknya terjadi di negara kita ini. Tragedi Bunuh Diri yang mengguncang bumi Nusantara ini memiliki penyebab utamanya, yaitu: depresi.
Pada awalnya, permasalahan yang terjadi adalah permasalahan yang tidak seberapa besar, akan tetapi masalah tersebut perlahan menjadi besar dikarenakan terpendam dan tidak terselesaikan. Serta peran lingkungan kekeluargaan dan pertemanan yang kurang mendukung, kekurangan peran tersebut memicu terjadinya hal yang tidak diinginkan. Kemudian masalah terus-menerus datang dan terpendam, hingga akhirnya berpikir untuk menyelesaikan permasalahan dengan mengakhiri hidupnya.
Sebenarnya, tindakan tersebut terjadi karena pendeknya pemikiran dan buruk sangka kepada dirinya sendiri. Tindakan tersebut tidak akan menyelesaikan permasalahan atau pun membuat masalah hilang. Maka, saya ingin kita berpikir yang lebih bijak mengapa mencintai diri sendiri itu penting? Berpikir dengan baik menggunakan akal sehat, menyiksa diri sendiri saja tidak diperbolehkan apalagi jika membunuh diri anda sendiri.
Ini adalah sepuluh untaian kata yang sedikit abstrak, tidak hanya perlu dilihat atau dibaca. Namun, renungkan dan berpikirlah menggunakan otakmu yang cerdas itu. Tidak tahu itu dirimu atau orang lain yang memerlukan itu, tapi lakukan dan selesaikan dengan cara yang benar.
Puisi:
Kemarin, Hari Ini, dan Esok
Terlintas memori pada malam ini, tentang malam itu
Sebuah kumpulan kata, dari litani ayahku
Mereka bilang, ini definisi cinta diri sendiri
Tak perlu menyesal dengan masa lalu
Hadapi detik ini dengan baik sangka
Dan berpikirlah untuk masa depan
Penyesalan dan buruk sangka adalah awalan
Menjadikan diri lelah dengan pemikiran
Terpaku Lumpuh
Rasa itu katanya pasti
Janjinya sama seperti gula di toples
Tidak pintar sekali orang satu ini
Mulutnya berkata, rasa telah mati
Akhirnya datanglah sebuah tangisan
Yang membuat ia mengakhiri diri
Didepan orang yang tak abadi
Buka matamu insan jagat raya
Buka hatimu untukmu jua
Lihatlah pada siapa yang patut kau beri rasa yang pasti
Diam Sekujur Tubuh
Telapak kakinya tak lagi di kursi
Tubuhnya tak menapak lagi
Tahukah dia, itu sangat rugi?
Hey, sayangilah dirimu sendiri
Pergi berlari meninggalkan hari
Penyesalan datang dikemudian hari
Raganya bertanya saat bangkit nanti
Meminta pertanggung jawaban dini hari
Itu adalah dirinya sendiri
Penyesalan adalah kerugian pasti
Pesanku sayangilah dirimu ini
Tragedi Bedah
Tak ingat ia dengan segalanya
Padahal dirinya yang berbuat ulah
Tapi pikirannya pendek kenyataannya
Merasa susah, lalu menyerah
Padahal itu ujian mentalnya
Membuat diri bersimbah darah
Tak ingat ada air mata yang tumpah
Tak ingat dua orang yang bersusah payah
Merasa tak dapat menyelesaikan keruh
Hingga lupa hak milik tubuh
Menutup mata dengan rasa peluh
Janganlah seperti itu wahai insan bertubuh
Pandanglah dirimu dengan kecintaan penuh
Raga Berjiwa
Rasa itu sangat nyata
Bagai kaca rupa baja
Memiliki hak dicintai jiwa
Dan hak penuh nyawa
Aku adalah raga
Surat untuk Insan
Segalanya punya rasa
Terutama insan bernyawa
Raihlah olehmu sebuah cermin
Cinta mereka itu tak apa
Tapi cintai dulu bayangan di cermin
Sayang mereka itu biasa
Tapi sayangi dulu pantulan cermin
Kebencian itu benar adanya
Tapi jangan pada pantul bayang di cermin
Sosok didalam Cermin
Otak berpikir sekuat besi baja
Raga bertempur di medan perang
Dan melupakan serangan lawan
Segalanya demi insan selainnya
Raih dan lihat jelas cermin itu
Lihat pantulan bayangan sosok itu
Otak perlu memikirkan sosok itu
Cinta dan sayang adalah satu
Kepada siapa ia harus menaruh itu
Yang lebih utama, pada sosok itu
Kumpulan Tiga Rasa
Wahai tangan berjari lentik
Sentuh lah wajahmu yang mempesona itu
Pegang lah hatimu dengan dua rasa satu
Ingatkan kepalamu akan dua rasa itu
Cinta, sayang, dan kebencian
Dua itu rasa yang satu
Dan satunya semacam benalu
Wahai tangan berjemari cantik
Taruh dua rasa itu padamu selalu
Jangan pernah taruh benalu yang satu
Hidupnya Rasa
Terlihat matanya memandang diri
Mata merah itu marah
Mulutnya berceloteh caci
Bibirnya berceloteh maki
Padahal itu dirinya
Otaknya berperang sengit
Hatinya murung terdiam
Diamlah senyap tanpa suara
Berhenti berpikir utamanya
Biarkan air asin mengalir di pipi
Telinga pasti mendengar isakan hati
Hingga ragamu diam mengimbangi
Dan jiwamu tenang mengikuti
Otak bilang, dirinya pintar
Maka harus pintar menjaga diri
Hati terus menasehati
Memberi ketenangan jiwa raga ini
Berilah dirimu belas kasih ini
Cinta dan sayang adalah hak sejati
Jangan taruh kebencian pada diri
Yang membawa luka sampai mati
Pertempuran Liar
Hai, insan berakal sehat
Engkau boleh bertempur liar
Tapi jangan remuk berpencar
Engkau boleh berperang sengit
Tapi jangan buat penyakit
Hai, insan yang berjuang demi insan
Engkau boleh bertarung hingga darah penghabisan
Tapi jangan kau habiskan
Engkau boleh berjuang mati-matian
Tapi tidak mati sekalian
Mungkin hanya itu saja yang dapat saya ungkapkan, beberapa potong kata yang disatukan menjadi proporsi puisi. Kuharap diri dapat diam, berpikir, merenung, dan menjelaskan. Bukalah pintu pikiran diri, membuat tangan berpikir untuk tidak melakukan lagi. Tidak tahu apa yang tangan perbuat nanti, tidak tahu itu hanya goresan atau pembunuhan. Semoga jiwa dan raga mulai menyadari, apa yang perlu diketahui.
Dengarkanlah mereka yang membutuhkan telinga, dan berbicaralah kepadanya jika membutuhkan kata. Berbicaralah kepada mereka jika membutuhkan telinga, dan dengarkanlah jika membutuhkan kata. Akhir kata, terima kasih banyak atas perhatian anda. Lebih dan kurangnya saya benar-benar meminta permohonan maaf nya.
Elsa Hardianti Putri lahir di Lawang Agung pada tanggal 25 Januari 2008. Seorang remaja yang bersemangat dan penuh inspirasi, Elsa sedang menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Lubuk Linggau sambil juga duduk di bangku kelas 10 SMA. Meskipun usianya masih muda, Elsa telah menunjukkan bakatnya dalam dunia sastra dan seni.
“Bintang Lamunan” adalah debutnya sebagai seorang penulis. Dalam buku ini, Elsa mempersembahkan puisi-puisi yang penuh makna dan mendalam, mencerminkan kepekaannya terhadap kehidupan, spiritualitas, dan hubungan dengan Sang Pencipta. Karya-karya Elsa menawarkan pembaca sebuah jendela ke dalam dunia batinnya yang indah dan menginspirasi.
Meskipun masih muda, Elsa telah menunjukkan potensi besar dalam dunia sastra. Dengan keberanian dan ketekunan, dia berani mengekspresikan dirinya melalui kata-kata yang menyentuh hati. “Bintang Lamunan” adalah bukti awal dari bakatnya yang luar biasa, dan kami sangat antusias untuk menyaksikan perjalanan sastranya yang lebih jauh di masa depan.
Komentar