Jakarta, BP – Defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2024 membengkak menjadi Rp 609,7 triliun, atau setara 2,7% dari produk domestik bruto (PDB). Mulanya, target defisit tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo hanya Rp 522,8 triliun atau setara 2,29% PDB.
Defisit itu disebabkan belanja negara yang membengkak menjadi sebesar Rp 3.412,2 triliun, atau 102,6% dari target dalam APBN 2024 sebesar Rp 3.325,1%. Sementara itu, pendapatan atau penerimaan negara tetap sesuai dengan target APBN 2024 sebesar Rp 2.802,5 triliun.
“Dengan outlook pendapatan dan belanja tersebut, kami memproyeksikan APBN 2024 akan ditutup dengan defisit dari keseimbangan primer mencapai Rp 110,8 triliun dan defisit total mencapai Rp 609,7 triliun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Senin (8/7/2024).
“Ini artinya terjadi kenaikan defisit dari 2,29% persen ke 2,7% dari PDB,” tegas Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, pendapatan negara masih tetap sesuai target karena memang mayoritas tak mencapai target yang ditetapkan dalam APBN 2024. Misalnya, penerimaan pajak hanya 96,6% dari target atau senilai Rp 1.921,9 triliun. Lalu, penerimaan kepabeanan dan cukai 92,5% dari target atau senilai Rp 296,5 triliun.
Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak atau PNBP yang masih mampu melampaui target APBN 2024 yakni sebesar Rp 549,1 triliun atau setara 111,6% dari target. Demikian juga penerimaan hibah yang mencapai 8.110,3% atau menjadi Rp 34,9 triliun.
“Kenaikan defisit Rp 80,8 triliun adalah kombinasi dari pendapatan negara yang tadi mengalami beberapa koreksi atau tidak mencapai target maupun kontraksi yang besar dari PNBP, pajak, dan bea cukai,” ucap Sri Mulyani.
Meski defisit membengkak, Sri Mulyani memastikan, beban utang pemerintah tidak akan terkerek naik, karena pemerintah lebih memanfaatkan saldo anggaran lebih senilai Rp 100 triliun dari 2022-2023. Penerbitan SBN pun ia perkirakan lebih rendah Rp 214,6 triliun dari pagu 2024.
“Akan dibiayai melalui tambahan penggunaan SAL Rp 100 triliun dan penerbitan SBN tetap lebih rendah. Jadi dalam hal ini meski defisit naik penerbitan SBN tidak naik,” tutur Sri Mulyani.
Komentar