Dalam sebuah diskusi daring yang diadakan dari Jakarta pada hari Selasa, Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios), Bima Yudhistira, merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan insentif kepada industri daur ulang baterai.
Menurut Bima, Amerika Serikat telah menjadi contoh bahwa daur ulang produk hilir, termasuk baterai, menjadi tren yang signifikan, sehingga pemerintah memberikan insentif untuk mempromosikan praktik daur ulang tersebut.
Bima juga menekankan bahwa beberapa asosiasi pertambangan telah mengingatkan bahwa produk hilir, seperti baterai, menjadi salah satu kekhawatiran dalam jangka waktu 7-15 tahun mendatang. Oleh karena itu, tata kelola hilirisasi dalam industri olahan nikel perlu diperhatikan secara menyeluruh untuk mencegah Indonesia berubah menjadi importir dari bahan baku biji nikel jika tidak mempersiapkan industri daur ulang.
“Dalam 15 tahun ke depan, tanpa perubahan tata kelola industri olahan nikel secara keseluruhan, kita bisa menjadi importir dari bahan baku nikel itu sendiri jika tidak mempersiapkan industri daur ulang,” ujarnya.
Selain itu, Bhima juga merekomendasikan revisi terhadap peraturan terkait pembangunan PLTU di kawasan industri, pembatasan izin shelter baru di kawasan industri, serta menata ulang standar terkait pengelolaan limbah, emisi gas, dan keselamatan kerja.
Dia juga menyarankan peningkatan kontribusi berupa royalti dan dana bagi hasil dari aktivitas shelter maupun pertambangan nikel kepada daerah, penguatan tata kelola dengan melibatkan pemerintah daerah, persiapan peta jalan dan kebijakan teknis untuk mendiversifikasi perekonomian lokal ke sektor ekstraktif, serta menetapkan persyaratan lingkungan, sosial, dan tata kelola yang ketat di sektor keuangan.
Rekomendasi lainnya termasuk pengembangan rantai pasok nikel dalam negeri yang terintegrasi untuk mempercepat pemanfaatan energi terbarukan dan transportasi listrik secara nasional.
Komentar