Toba-BP: Soal pengembangan pariwisata di Kabupaten Toba, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Toba mengadakan konsultasi publik dengan mendatangkan pihak Politeknik Pariwisatan (Poltekpar) Medan. Dalam pembicaraan tersebut, soal pengembangan literasi budaya mencuat.
Sebagai narasumber Emrizal menyampaikan bahwa ketakutan terbesar dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Toba adalah masyarakat Toba menjadi orang asing di daerahnya sendiri. Guna menghindari hal tersebut, ia berharap seluruh masyarakat harus berkontribusi aktif dalam pengembangan pariwisata.
“Kita berharap, setiap masyarakat di Kabupaten Toba ini memiliki kesadaran bahwa pariwisata akan menyejahterakan. Hal ini bisa dilakukan manakala, masyarakat bisa serius. Yang kita takutkan kalau kita abai dengan pariwisata ini, kita akan menjadi orang asing di negeri sendiri,” ujar Emrizal, selaku narasumber dari Pascasarajana Poltekpar Medan pada Selasa (5/10/2021).
“Sejauh kita kompak bersama mengangkat apa yang bisa kita lakukan dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Toba. Kita akan menjadi tuan di tanah sendiri. Harapan kita, Batak itu akan tetap lestari,” sambungnya.
Sejak awal, kawasan di Kabupaten Toba telah dibagi menjadi beberapa klaster pengembangan zona pariwisata yang terintegrasi. Ia juga menyebutkan bahwa Kota Balige menjadi pusaka budaya yang seharusnya lestari.
“Toba itu sebenarnya sudah dibagi klaster-klasternya menurut Integrated Tourism Masterplan dan wilayah Toba ini ada pusaka budaya. Jadi, Balige itu adalah pusaka Budaya, image itu yang dikuatkan melalui penciptaan co-branding. Itu sudah dikuatkan, dan mudah-mudahan yang lain dikuatkan lagi,” sambungnya.
Secara tegas, ia menuturkan bahwa kekuatan terbesar Kabupaten Toba sebagai destinasi pariwisata adalah budaya. Untuk mengembangkan dan mengangkat nilai budaya, ia menjelaskan perlu adanya literasi.
“Yang kedua, kita harus sepakat bahwa kekuatan Toba itu terletak pada budaya. Kalau kita berkompetisi tentang alam, kita mungkin kalah dengan kawasan lainnya. Jadi, tim berpendapat bahwa penguatan pariwisata Toba itu, lokomotifnya itu harus pada budaya dan kemudian alam,” sambungnya.
Selain menjual keindahan alam bagi pengunjung, masyarakat Toba seharusnya melihat secara jeli bagaimana kekayaan budaya yang diangkat ke permukaan melalui literasi. Hal ini bisa dilakukan dengan adanya story telling.
“Maka, kita butuhkan story telling. Hal ini berhubungan dengan budaya. Bahkan, kita menyampaikan agar diusulkan lomba cipta penyusunan story telling untuk masing-masing objek itu,” tuturnya.
“Kemudian, diilih oleh tim. Story telling itu harus disajikan dengan bahasa yang singkat, lugas, namun tidak mereduksi nilai budaya yang ada. Dengan demikian, kita yakin bahwa dalam waktu dekat budaya Toba akan terangkat dengan sendirinya,” sambungnya.
Selanjutnya, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Toba Jhon Piter Silalahi menjelaskan bahwa kegiatan pembentukan rencana tersebut merupakan hal wajib sesuai dengan Undang-undang.
“Sesuai amanat Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan bahwa kabupaten itu diwajibkan untuk menyusun rencana induk pariwisata kabupaten. Sehingga, Kabupaten Toba itu menyusun rencana induk tahun 2021 hingga 2026. Dan hari ini, kita mengadakan konsultasi public setelah draft penyusunan telah dilakukan,” ujar Jhon Piter Silalahi.
Setelah mengadakan beberapa hari pertemuan, ia berharap pengembangan pariwisata di Toba dapat berjalan sesuai dengan rencana induk yang telah dan akan disempurnakan untuk tahun 2021 hingga 2026.
“Kita juga mengharapkan usulan-usulan dari semua pihak guna menyempurnakan rencana induk tersebut. Kita telah melibatkan seluruh pimpinan OPD, pelaku pariwisata, dan BPODT, tokoh masyarakat dan pihak lain,” terangnya.
“Inilah yang kita jadikan sebagai rencana kegiatan yang akan kita buat sejak tahun 2021 hingga 2026. Ini kita masih meminta masukan hingga semuanya merupakan perwakilan aspirasi dari seluruh pihak dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Toba ini,” pungkasnya. (BP/JP)
Komentar