Peristiwa
Beranda » Berita » Dokter Muda PPDS Undip Tewas Diduga Akibat Perundungan dan Pungli Kampus

Dokter Muda PPDS Undip Tewas Diduga Akibat Perundungan dan Pungli Kampus

Dokter Muda PPDS Undip Tewas Diduga Akibat Perundungan dan Pungli Kampus
Suasana sidang kasus perundungan dokter muda Undip di Pengadilan Negeri Semarang (Foto: Kompas.id)

Semarang, HarianBatakpos.com – Kasus perundungan dan dugaan pungutan liar yang menyebabkan meninggalnya dokter muda PPDS Universitas Diponegoro (Undip), dr ARL, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Semarang. Sidang perdana yang digelar Senin (26/5/2025) mengungkap praktik kekerasan psikologis dan tekanan akademik yang terjadi dalam sistem pendidikan dokter spesialis di Undip.

Salah satu terdakwa, Zara Yupita Azra, merupakan senior angkatan 76 sekaligus kakak pembimbing almarhumah dr ARL. Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap bahwa Zara memberi instruksi kepada junior terkait operan tugas, makanan prolong, hingga joki tugas yang dibebankan secara tidak adil kepada peserta pendidikan dokter spesialis yang lebih muda.

Selain itu, terungkap adanya aturan tak tertulis yang dikenal sebagai ‘pasal anestesi’, yang mengatur bahwa senior tidak boleh disanggah, serta adanya larangan berbicara langsung kepada senior lebih dari satu tingkat, kecuali atas izin. Hal ini membentuk sistem komunikasi yang menekan secara psikologis dan berpotensi menyebabkan depresi pada mahasiswa kedokteran.

Kecelakaan Balon Udara di Turki, 12 WNI Alami Luka-Luka

JPU juga mengungkap bahwa praktik perundungan tidak hanya bersifat verbal dan psikologis, tetapi juga berbentuk kewajiban membayar berbagai kebutuhan senior, seperti makanan dan joki tugas. Beban finansial ini ditanggung penuh oleh junior tanpa partisipasi dari senior yang menikmati hasilnya.

Dalam persidangan, jaksa juga menyampaikan dugaan praktik pungutan liar yang dilakukan oleh eks Kaprodi PPDS Anestesi Undip, dr Taufik Eko Nugroho, dan staf administrasi Sri Maryani. Mereka disebut mewajibkan mahasiswa semester dua ke atas membayar Biaya Operasional Pendidikan (BOP) hingga Rp 80 juta per orang, yang dikumpulkan secara tidak resmi dan disimpan di rekening pribadi.

Dana yang terkumpul, mencapai Rp 2,49 miliar, digunakan untuk berbagai keperluan yang seharusnya tidak menjadi beban mahasiswa, seperti uang saku pembimbing, konsumsi rapat, hingga uang saku moderator dan penilai tesis. Taufik disebut menerima Rp 177 juta dan Maryani memperoleh honor bulanan dari dana tersebut sebesar Rp 400 ribu, total Rp 24 juta.

Jaksa menyatakan bahwa pengumpulan dan penggunaan dana BOP ini tidak memiliki dasar hukum yang sah, dan menyebut tindakan para terdakwa sebagai bentuk pungli, melanggar KUHP. Sistem ini memperkuat kekuasaan akademik yang menekan mahasiswa untuk patuh tanpa bisa menolak.

Oknum Dosen Diduga Tilep Dana Beasiswa, Mahasiswi di Bone Putus Kuliah 

Menanggapi dakwaan, pihak terdakwa tidak mengajukan eksepsi. Kuasa hukum terdakwa, Kaerul Anwar, menyatakan bahwa pihaknya memilih fokus pada pokok perkara dan akan menghadirkan saksi serta ahli yang meringankan. Ia juga menyoroti bahwa penyebab meninggalnya dr ARL belum dibuktikan secara resmi sebagai bunuh diri oleh kepolisian.

Ia berharap fakta persidangan akan mengungkap kebenaran yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini. Ia menegaskan bahwa fokus mereka adalah membongkar fakta, bukan menunda proses hukum melalui keberatan formal.

Ikuti saluran Harianbatakpos.com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Postingan Terpopuler

BatakPos TV

Kominfo Padang Sidempuan

Kominfo Padang Sidempuan