Pada 2014, Adam mengungkapkan, pernah menyetujui penanaman investasi Asabri ke grup Hanson Internasional. Perusahaan milik Benny Tjokro tersebut, berkode emiten MYRX pada lantai bursa saham. Adam mengaku lupa berapa besaran investasi Asabri pada grup Hanson tersebut.
Akan tetapi, Adam meyakinkan, penanaman modal investasi pada grup Benny Tjokro itu, mendapatkan keuntungan. Tetapi, Adam, pun mengaku lupa berapa besaran keuntungan dari penanaman investasi waktu itu.
“Saya lupa kalau itu. Yang jelas, tidak merugi. Karena waktu itu, saya beli LQ-45. Kalau rugi, saya pasti dipanggil. Tetapi saya tidak pernah dipanggil,” terang Adam.
LQ-45, merupakan jejeran emiten-emiten top pada papan bursa saham Indonesia. “Jadi kebijakan saya dalam investasi, itu yang pasti harus sesuai dengan undang-undang, dan peraturan pemerintah. Yang berikutnya adalah kalau beli saham, harus saham pemerintah. Kalau saham swasta, harus masuk kategori LQ-45,” terang Adam.
Adam pun meyakinkan, tujuh tahun memimpin ASABRI sejak 2009, tak pernah ada catatan kerugian. Purnawirawan 71 tahun itu mengacu pada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tak pernah melabel disklaimer atas kinerja ASABRI, sepanjang 2009 sampai 2016.
“Kita melihat data pemeriksaan BPK, 2009 aset naik, laba naik. 2010, aset naik, laba naik. Sampai akhir 2016, saya mencetak laba (Rp) 354 miliar,” terang Adam.
Sebab itu, Adam mengaku tak habis pikir dengan klaim Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang sempat menyebutkan angka kerugian negara dalam kasus penyimpangan ASABRI mencapai angka Rp 17 triliun.
“Karena kan kita juga punya data hasil audit. Dan data dari hasil audit tidak pernah ada opini kerugian. Rp 17 triliun itu dari mana?” kata Adam.
Komentar