HarianBatakpos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama tim dari berbagai kementerian dan lembaga telah menemukan dugaan fraud tagihan ke BPJS Kesehatan yang mencapai Rp 34 miliar. Temuan ini bermula dari studi banding yang dilakukan ke Amerika Serikat, di mana tim tersebut mempelajari penanganan fraud dalam sistem kesehatan Obama Care.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengungkapkan bahwa pada tahun 2017, dirinya bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan melakukan kunjungan ke Amerika Serikat untuk mempelajari penanganan fraud pada sistem Obama Care. Kunjungan ini melibatkan diskusi dengan FBI mengenai cara menangani fraud dalam sistem kesehatan.
Pahala menjelaskan bahwa FBI mengungkapkan bahwa antara 3-10% klaim dalam sistem kesehatan dapat mengandung unsur fraud. Jika ditemukan, fraud ini harus ditindak secara pidana. Setelah kunjungan tersebut, pemerintah membentuk tim yang terdiri dari KPK, Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tim ini bertugas mencari dugaan kecurangan yang dilakukan rumah sakit dalam pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan.
Hasil penelusuran menunjukkan bahwa memang terdapat fraud dalam klaim BPJS Kesehatan. Tim melakukan audit terhadap enam rumah sakit dan menemukan bahwa tiga di antaranya terlibat dalam fraud dengan modus manipulasi diagnosis. Contohnya, ditemukan kasus di mana seorang pasien diklaim telah menjalani operasi katarak pada dua matanya, padahal hanya satu mata yang dioperasi.
Pahala juga menyebutkan bahwa fraud di tiga rumah sakit lainnya lebih parah, termasuk phantom billing atau tagihan fiktif. Rumah sakit-rumah sakit ini diduga memanipulasi data pasien yang sebenarnya tidak pernah menjalani pemeriksaan atau perawatan. Total kerugian BPJS Kesehatan dari ketiga rumah sakit tersebut diperkirakan mencapai Rp 34 miliar. KPK telah memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah pidana.
Tim juga telah memperingatkan rumah sakit lain yang terlibat praktik curang untuk segera melapor dalam waktu enam bulan. Jika tidak, mereka harus mengembalikan hasil curang tersebut ke negara untuk menghindari tindakan pidana.
Komentar