Headline Mancanegara
Beranda » Berita » Enam Orang Ditangkap di Hong Kong Berdasarkan Undang-Undang Baru

Enam Orang Ditangkap di Hong Kong Berdasarkan Undang-Undang Baru

Harianbatakpos.com , JAKARTAPolisi keamanan nasional Hong Kong telah menangkap enam orang dengan tuduhan menghasut berdasarkan undang-undang baru. Salah satu yang ditangkap adalah Chow Hang-tung, seorang pengacara pro-demokrasi yang terkenal.

 

Menteri Keamanan Hong Kong, Chris Tang, mengungkapkan bahwa keenam orang tersebut diduga menggunakan halaman Facebook untuk “mendukung kebencian” terhadap pemerintah di Hong Kong dan China.

Iran Gantung Mata-Mata Israel di Tengah Konflik

 

Undang-undang baru ini telah menuai kontroversi karena dianggap sebagai tindakan yang memihak China. Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, telah mengutuk undang-undang tersebut karena dianggap dapat merusak kredibilitas Hong Kong sebagai pusat perdagangan internasional.

 

Pemerintah Hong Kong dan China berpendapat bahwa undang-undang keamanan nasional tersebut telah berhasil mengembalikan stabilitas di Hong Kong sejak tahun 2019, setelah serangkaian unjuk rasa pro-demokrasi yang terkadang berujung kekerasan.

AS Serang Fasilitas Nuklir Iran, Dunia Bereaksi Keras

 

Namun, undang-undang tersebut juga menuai kritik dari kelompok pro-demokrasi dan organisasi hak asasi manusia yang menganggapnya sebagai pembatasan terhadap kebebasan berbicara dan berkumpul.

 

Penangkapan Chow Hang-tung, seorang pengacara pro-demokrasi yang dikenal karena advokasinya terhadap kebebasan berpendapat, menunjukkan bahwa pemerintah Hong Kong terus melakukan tindakan keras terhadap mereka yang dianggap mengancam kestabilan politik.

 

Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin berkurangnya ruang gerak bagi kelompok pro-demokrasi di Hong Kong, seperti dilansir dari Detik.com.

 

Kontroversi seputar undang-undang keamanan nasional ini juga mencerminkan ketegangan yang terus berlanjut antara China dan negara-negara Barat terkait dengan otonomi Hong Kong.

 

Banyak negara yang menganggap undang-undang tersebut sebagai langkah mundur dalam menjaga prinsip “satu negara, dua sistem” yang telah berlaku sejak penyerahan kedaulatan Hong Kong dari Inggris ke China pada tahun 1997.

 

Dalam situasi ini, penting bagi pemerintah Hong Kong dan China untuk mendengarkan kekhawatiran masyarakat dan memastikan bahwa undang-undang tersebut tidak digunakan untuk menekan kebebasan berpendapat dan berkumpul.

Perlindungan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan sipil harus tetap menjadi prioritas dalam menjaga stabilitas dan keamanan di Hong Kong.

 

Kontroversi seputar undang-undang tersebut mencerminkan ketegangan antara China dan negara-negara Barat terkait dengan otonomi Hong Kong. Penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa undang-undang tersebut tidak digunakan untuk menekan kebebasan berpendapat dan berkumpul.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *