Medan, HarianBatakpos.com – Bekerja di Jepang sering kali diasosiasikan dengan kedisiplinan tinggi, profesionalisme, dan struktur kerja yang rapi. Namun, di balik budaya kerja di Jepang yang tampak sempurna, ada banyak fakta mengejutkan yang jarang diungkap oleh para pekerja asing yang mencoba beradaptasi. Hal ini membuat budaya kerja di Jepang menjadi topik yang patut diketahui sebelum kamu memutuskan untuk bekerja di Negeri Sakura.
Seorang jurnalis asal Korea Selatan, Lee Ji-hye, membagikan pengalamannya setelah setahun bekerja di Tokyo. Ia mengungkap sisi lain dari budaya kerja di Jepang yang tidak banyak dibicarakan secara terbuka. Berikut enam fakta mengejutkan yang menunjukkan realita dunia kerja di Jepang.
1. Harmoni Kelompok Lebih Diutamakan daripada Pendapat Pribadi
Dalam budaya kerja di Jepang, nilai “wa” atau harmoni menjadi prinsip penting. Karyawan cenderung menahan pendapat pribadi demi menjaga suasana kondusif. Dalam rapat, banyak yang hanya mengangguk setuju meski sebenarnya memiliki pandangan berbeda. Konflik terbuka dihindari sebisa mungkin demi menjaga stabilitas tim.
2. Struktur Hierarki Kantor Sangat Kaku
Budaya senioritas sangat kuat dalam perusahaan Jepang. Karyawan junior cenderung diam dan menunggu instruksi dari atasan. Bahkan dalam suasana informal, penggunaan bahasa formal (keigo) tetap berlaku. Hal ini sering kali menjadi tantangan bagi ekspatriat yang terbiasa dengan lingkungan kerja fleksibel.
3. Lembur Menjadi Kebiasaan, Meski Tidak Selalu Dibayar
Salah satu hal paling mengejutkan dari budaya kerja di Jepang adalah normalisasi lembur. Banyak pekerja merasa perlu tetap berada di kantor walaupun jam kerja sudah usai, karena takut dicap tidak berdedikasi. Praktik ini masih umum, terutama di perusahaan konvensional.
4. Acara Minum Setelah Jam Kerja Dianggap Bagian dari Tugas
Kegiatan “nomikai” atau acara minum bersama rekan kerja dan atasan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya kerja di Jepang. Bagi sebagian pekerja asing, hal ini terasa membebani karena mencampurkan urusan pekerjaan dan kehidupan pribadi.
5. Perbedaan Antara ‘Tatemae’ dan ‘Honne’ dalam Komunikasi
Dalam komunikasi profesional, orang Jepang sering memisahkan antara apa yang dikatakan (tatemae) dan apa yang benar-benar dirasakan (honne). Hal ini bisa membingungkan bagi pekerja asing yang menganggap pernyataan langsung sebagai kejujuran mutlak.
6. Perubahan Terjadi, Namun Prosesnya Lambat
Meskipun beberapa perusahaan mulai menerapkan sistem kerja fleksibel dan lingkungan yang lebih modern, budaya kerja di Jepang masih sangat konservatif secara umum. Perubahan berjalan lambat dan butuh waktu lama untuk benar-benar diterapkan secara luas.
Bekerja di Jepang memang menawarkan pengalaman unik, tetapi budaya kerja di Jepang yang menekankan harmoni, hierarki ketat, tekanan untuk lembur, dan aktivitas sosial pasca-kerja bisa menjadi tantangan tersendiri. Pemahaman terhadap budaya ini akan sangat membantu siapa pun yang ingin berkarier di Jepang agar bisa beradaptasi dengan lebih baik.
Komentar