Festival kematian yang viral di media sosial menggambarkan acara tak biasa yang digelar di Jepang. Berlangsung selama enam hari di distrik Shibuya, Tokyo pada 13 April 2024, acara ini mengajak pengunjung untuk menjelajahi konsep kematian melalui berbagai aktivitas unik.
Dalam festival ini, pengunjung dapat menggunakan kacamata realitas virtual untuk menjelajahi akhirat, menyusun daftar keinginan terakhir, berbaring di dalam peti mati, serta merasakan pengalaman seperti pemakaman mereka sendiri, seperti dikutip dari SINDOnews.
Diselenggarakan oleh konsorsium entitas berbasis di Tokyo, termasuk LSM, perusahaan media baru, dan profesional pemakaman, Festival Kematian menarik perhatian di jantung ibu kota yang ramai. Dilansir dari South China Morning Post, festival ini bertujuan untuk mengubah sikap masyarakat terhadap kematian dan mendorong mereka untuk berinteraksi dengan konsep tersebut secara lebih mendalam.
Meskipun memiliki konotasi negatif karena kemiripan homofoniknya dengan kata “kematian”, tanggal 14 April ditetapkan sebagai Hari Kematian oleh pencipta festival.
Untuk mengikuti festival ini, pengunjung diharuskan membayar biaya sebesar USD7 atau sekitar Rp111 ribu untuk dapat menghabiskan tiga menit berbaring di dalam peti mati. Setelah waktu berakhir, staf akan membuka tutup peti mati dan menyambut pengunjung kembali ke dunia nyata.
Selain itu, festival ini juga menawarkan pengalaman lain seperti menghadiri ceramah tentang tradisi penguburan Jepang, mencoba makanan terinspirasi oleh kematian, dan berbagai aktivitas lainnya.
Tujuan dari festival ini adalah untuk mengubah sikap masyarakat terhadap kematian dan mendorong mereka untuk lebih berinteraksi dengan konsep tersebut.
Menurut Nozomi Ichikawa, salah satu pendiri Festival Kematian, tema kematian sebenarnya dapat menerangi aspek-aspek kehidupan seperti cinta, rasa syukur, dan hubungan.
Di Jepang, yang merupakan negara dengan angka kematian tinggi, angka kelahiran yang rendah, dan populasi yang menua, festival ini menjadi salah satu upaya untuk membantu orang-orang memikirkan kembali bagaimana cara mereka menjalani hidup dengan menghadapi kematian.
Di sisi lain, beberapa kota di China juga menawarkan pengalaman serupa dalam bentuk simulasi proses pemakaman dan kremasi.
Seorang peserta dari China berbagi pengalaman mereka setelah mengikuti acara serupa di Weibo, mengungkapkan bahwa pengalaman tersebut membantu mereka melihat masalah dalam hidup dengan sudut pandang yang baru.
Secara keseluruhan, Festival Kematian di Jepang dan serangkaian acara serupa di negara lain menggambarkan tren baru dalam cara manusia memandang kematian dan kehidupan.
Dengan menyediakan platform untuk refleksi dan interaksi dengan konsep kematian, festival ini bertujuan untuk mengubah sikap masyarakat dan membantu mereka menghargai setiap momen kehidupan dengan lebih mendalam.”
Komentar