Opini
Beranda » Berita » Flexing: Tren atau Bumerang Bagi Generasi Z?

Flexing: Tren atau Bumerang Bagi Generasi Z?

Flexing: Tren atau Bumerang Bagi Generasi Z?
Flexing: Tren atau Bumerang Bagi Generasi Z?

HarianBatakpos.com – Flexing atau memamerkan kekayaan dan gaya hidup mewah di media sosial bukanlah hal baru. Namun, dengan semakin berkembangnya platform-platform digital seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, tren ini semakin marak dan tak terhindarkan. Generasi Z, yang tumbuh besar dengan internet dan media sosial, sering kali menjadi pelaku maupun penonton utama dari fenomena ini.

Tapi, apa sebenarnya dampak dari flexing bagi generasi Z? Mari kita telusuri lebih dalam.

Apa Itu Flexing? Flexing bisa diartikan sebagai tindakan memamerkan kekayaan, barang-barang mewah, atau gaya hidup glamor kepada orang lain, terutama melalui media sosial. Bentuk flexing bisa bermacam-macam, mulai dari foto dengan mobil mewah, video unboxing barang-barang branded, hingga liburan di tempat-tempat eksotis. Istilah ini sebenarnya berasal dari kata “flex” yang berarti “melenturkan otot”, yang kemudian diadaptasi untuk menggambarkan pamer kekayaan.

Mengapa Generasi Z Suka Flexing?

Media sosial telah menjadi tempat di mana banyak orang, khususnya generasi Z, mencari eksistensi dan pengakuan. Flexing adalah cara cepat untuk menarik perhatian dan mendapatkan “likes” serta “followers”. Banyak influencer sukses di platform seperti Instagram dan TikTok yang memulai karir mereka dengan flexing. Kesuksesan mereka menjadi inspirasi bagi banyak generasi Z yang ingin meraih ketenaran dan kekayaan dengan cara serupa. Lau, ada tekanan sosial yang kuat di kalangan generasi Z untuk menunjukkan bahwa mereka juga bisa hidup mewah dan mengikuti tren. Ini sering kali didorong oleh rasa FOMO (Fear of Missing Out).

Reformasi Kepolisian Republik Indonesia

Dampak Positif Flexing

Melihat orang lain berhasil dan hidup mewah bisa menjadi motivasi bagi generasi Z untuk bekerja lebih keras dan meraih kesuksesan. Flexing sering kali melibatkan kreasi konten yang menarik dan inovatif, yang bisa memajukan industri kreatif dan digital. Selain itu, Flexing bisa membantu seseorang membangun jaringan dengan orang-orang berpengaruh dan mendapatkan peluang yang lebih besar.

Dampak Negatif Flexing

Terlalu fokus pada flexing dan mengejar validasi eksternal bisa menyebabkan stres, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya. Flexing sering kali mendorong gaya hidup konsumtif yang tidak sehat dan bisa berujung pada masalah keuangan. Banyak konten flexing yang sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan. Ini bisa menimbulkan harapan yang tidak realistis dan rasa tidak puas di kalangan generasi Z.

Flexing yang Bijak, Bagaimana Caranya?

Daripada memamerkan barang mewah yang mungkin tidak sepenuhnya milik sendiri, cobalah untuk lebih jujur dan autentik dalam berbagi cerita dan pengalaman. Gunakan platform media sosial untuk berbagi inspirasi dan pengalaman yang bisa memberikan dampak positif bagi orang lain. Selain menunjukkan hasil akhir, berbagi proses dan usaha di balik pencapaian tersebut bisa lebih bernilai dan memberikan inspirasi yang lebih besar.

Flexing adalah fenomena yang tidak bisa dihindari di era digital ini, terutama di kalangan generasi Z. Meski bisa memberikan motivasi dan membuka peluang baru, penting untuk menyadari dampak negatifnya dan menjalani flexing dengan bijak. Pada akhirnya, menjadi diri sendiri dan mencari kebahagiaan dari dalam adalah kunci utama untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Dengan bijak memanfaatkan media sosial, generasi Z bisa mengubah flexing dari sekadar pamer menjadi sarana untuk inspirasi dan perubahan positif. Jadi, bagaimana kamu akan memanfaatkan tren flexing ini? Apakah kamu akan menjadi korban dari tekanan sosial atau justru mengambil kendali dan menjadikannya alat untuk kebaikan? Pilihan ada di tanganmu.

Yos Tarigan, SH,MH: Pembaruan KUHAP Krusial, APH Dapat Kehilangan Dasar Hukum Penahanan dan Proses Hukum Lainnya

Biodata Penulis

Nama               : Desi Fitriana

Tanggal Lahir  : 08 Desember 2002

Tempat Lahir   : Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan

Alamat            : Kelurahan Jogoboyo, Kota Lubuklinggau,

Provinsi Sumatera Selatan

Email               : desifitrianaa@gmail.com

Riwayat Pendidikan:

  • SD: SD Negeri 32 Kota Lubuklinggau (2008-2014)
  • SMP: MTs N 1 Kota Lubuklinggau (2014-2017)
  • SMA: MAN 2 Kota Lubuklinggau (2017-2020)
  • Tinggi: Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Teknik, Universitas Bina Insan Kota Lubuklinggau (2022-sekarang)

Aktivitas dan Keterlibatan:

  • Himpunan Mahasiswa Program Studi: Terlibat aktif dalam kegiatan internal dan eksternal kampus
  • Kegiatan Magang dan Studi Independent Bersertifikat oleh Kampus Merdeka: Mengikuti program ini untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan praktis (telah diselesaikan)

Dengan ketekunan dan motivasi untuk terus belajar, berusaha, dan berdoa, Penulis berusaha mewujudkan impian menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) tepat waktu. Penulis berharap artikel ini dapat memberikan kontribusi positif bagi dunia sosial dan pendidikan serta menambah khazanah ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi sesama.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *