Ekbis
Beranda » Berita » Gawat! Dampak Gempuran Tekstil Impor terhadap Industri Tekstil Nasional

Gawat! Dampak Gempuran Tekstil Impor terhadap Industri Tekstil Nasional

Gawat! Dampak Gempuran Tekstil Impor terhadap Industri Tekstil Nasional
Gawat! Dampak Gempuran Tekstil Impor terhadap Industri Tekstil Nasional

Jakarta, BP – Industri tekstil di dalam negeri dikhawatirkan bakal habis atau hilang total. Hal itu berpotensi terjadi jika pemerintah tetap tak mengambil tindakan pencegahan cepat, mengatasi momok yang selama ini mengganggu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri.

Momok yang dimaksud adalah gempuran barang tekstil impor yang harganya lebih murah dan bebas membanjiri pasar domestik. Akibatnya, produksi pabrik TPT lokal tidak terserap, hingga memberatkan perusahaan.

Demikian diungkap oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi.

Cara Cek BPNT Juni 2025 di Situs Resmi Kemensos

Dia mengatakan, sudah sejak bertahun-tahun lalu industri tekstil di dalam negeri mengalami tekanan, hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan, ujar dia, tak sedikit perusahaan yang menutup permanen pabriknya, hingga menyebabkan ribuan pekerja jadi korban PHK.

Menurut Ristadi, sejak 2019 tercatat ada 36 perusahaan tekstil di dalam negeri yang sudah tutup. Dan 31 perusahaan lain, melakukan PHK secara bertahap demi efisiensi biaya. Data itu, hanya merupakan perusahaan tempat anggota KSPN bekerja, belum termasuk data dihimpun APINDO maupun pemerintah.

“Jadi gelombang PHK saat ini bukan salah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Permendag ini menciptakan situasi impor kembali ke kondisi sebelum Permendag No 36/2023 diterbitkan,” kata Ristadi kepada CNBC Indonesia, Kamis (4/7/2024).

“Banyaknya pabrik tutup dan PHK massal ini terjadi sudah terjadi puluhan tahun ke belakang. Penyebab utamanya salah satunya adalah karena terlalu longgarnya barang-barang TPT yang masuk ke kita. Jadi bukan karena Permendag No 8/2024. Kan aturan itu baru lahir, masa iya langsung berdampak pada kejadian pabrik tutup dan PHK. Nggak masuk akal,” tukasnya.

Daya Beli Masyarakat Menurun, UMKM Butuh Dukungan APBN dan Digitalisasi

Hanya saja, lanjut Ristadi, ketika serbuan TPT impor semakin merajalela, pemerintah kemudian turun tangan dan menerbitkan Permendag No 36/2023. Karena itu, imbuh dia, Permendag ini kemudian mendapat sambutan positif dari pengusaha, begitu juga para pekerja.

Sebab, ujarnya, Permendag No 36/2023 mengendalikan arus impor yang terlalu bebas membanjiri pasar domestik.

“Dan harga barang TPT impor itu jauh lebih murah. Ini membuat industri di dalam negeri, terutama pabrik yang local oriented, tidak sanggup bersaing. Produksinya tidak terserap. Mungkin pernah dengar nama-nama raksasa tekstil di Indonesia, misalnya yang ada di Bandung, Jawa Barat. Yang kemudian melakukan PHK hingga ribuan pekerjanya. Ada yang sekarang tinggal sedikit, beberapa persen saja,” kata Ristadi.

“Terkait Permendag No 8/2024, aturan ini diterbitkan pemerintah karena tak bisa meng-clear-kan kondisi di pelabuhan yang crowded, bandara. Katanya ada penumpukan kontainer, barang-barang PMI (Pekerja Migran Indonesia) tertahan di Bea Cukai. Pemerintah tak bisa mempertahankan aturan Permendag No 36/2023, lalu diubah ke Permendag No 8/2024,” cetusnya.

Dengan munculnya Permendag No 8/2024, arus impor kembali bebas masuk ke RI.

“Impor menjadi lebih longgar, sama dengan yang sebelumnya. Khususnya untuk komoditas sandang, alas kaki, dan aksesorisnya. Ini maksud kami bahwa kalau Permendag No 8/2024 dibiarkan, maka industri tekstil di dalam negeri, khususnya local oriented, terutama yang IKM-IKM (industri kecil menengah) itu, cepat atau lambat akan habis,” pungkas Ristadi.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Postingan Terpopuler

BatakPos TV

Kominfo Padang Sidempuan

Kominfo Padang Sidempuan