Medan, HarianBatakpos.com – Sebuah anomali komunikasi mengguncang ketenangan Dusun Carat, Klaten, Jawa Tengah, tatkala pengeras suara (toa) sebuah masjid menjelma menjadi corong seruan moral yang tak biasa. Imbauan yang dilantangkan, sebuah permintaan imperatif agar para pemilik entitas gaib pengisap kekayaan, yang lazim dikenal sebagai tuyul, segera bertaubat, sontak viral di lanskap media sosial yang tak pernah tidur.
Lensa digital Lambeturah menangkap esensi pengumuman tersebut pada Kamis, 8 Mei 2025, menyajikan keterangan lokasi yang eksplisit: “DS.CARAT 06 TRASAN JUWIRING KLATEN JAWA TENGAH”. Narasi audio yang terpancar dari toa masjid itu sarat akan keprihatinan mendalam terhadap harmoni sosial yang tergerus. “Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh, pangapunten para bapak – bapak, ibu – ibu, saudara – saudara..menawi ingkang gadah tuyul tulung meniko ditata, pada ndang tobat mergi menopo, sing jenengan pundut niku nggene tangga, ampun mendeti nggene tangga (yang punya tuyul tolong punya etika segera tobat sebab apa, yang anda ambil itu punya tetangga)…,” demikian resonansi suara yang memecah keheningan.
Informasi yang terhimpun menyingkap bahwa peristiwa unik ini bersemi di Masjid Nur Rohman, Dusun Carat, pada malam Sabtu, 3 Mei 2025. Sumber anonim yang mengklaim sebagai pihak yang menyampaikan pengumuman tersebut membenarkan keabsahan insiden ini. “Betul ada pengumuman itu, kulo piyambak (saya sendiri yang mengumumkan),” ujarnya dengan nada tegas, dilansir dari laman Lambeturah.co.id.
Motivasi di balik seruan terbuka ini terkuak dalam penuturannya. Kepedulian mendalam terhadap kondisi ekonomi para tetangga menjadi pemicu utama. “Kalau saya kemarin malam Minggu, sebetulnya untuk kepentingan ini itu. Kalau tetangga-tetangga kasihan untuk beli beras kerja dapat uang Rp 100.000 untuk makan saja diambil tuyul, ya harus diberantas dengan pengumuman itu,” pungkasnya dengan nada getir. Fenomena viral ini memantik beragam reaksi dari warganet, mulai dari keterkejutan, keheranan, hingga dukungan terhadap upaya pemberantasan praktik yang dianggap merugikan tersebut.
Implikasi dari pengumuman toa masjid ini jauh melampaui sekadar sensasi sesaat di dunia maya. Ia menyentuh isu sensitif tentang kepercayaan tradisional, etika bertetangga, dan peran institusi keagamaan dalam menjaga tatanan sosial. Seruan terbuka ini dapat diinterpretasikan sebagai bentuk keputusasaan masyarakat dalam menghadapi praktik pencurian gaib yang sulit dibuktikan secara empiris.
Lebih lanjut, insiden ini memunculkan pertanyaan krusial mengenai efektivitas metode konvensional dalam menanggulangi fenomena tuyul. Pengumuman melalui toa masjid, sebagai medium komunikasi publik yang memiliki jangkauan luas di tingkat komunitas, dipilih sebagai langkah drastis untuk menekan praktik yang dianggap meresahkan. Keberanian pihak masjid untuk mengambil tindakan ini menunjukkan adanya urgensi dan keprihatinan yang mendalam terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas tuyul terhadap kehidupan sosial dan ekonomi warga.
Respons viral terhadap pengumuman ini juga mencerminkan dinamika interaksi antara dunia nyata dan dunia maya. Informasi yang semula bersifat lokal dengan cepat menyebar luas, memicu diskusi dan perdebatan di berbagai platform digital. Fenomena ini sekaligus menjadi potret bagaimana isu-isu kearifan lokal dan kepercayaan tradisional masih memiliki relevansi dan daya tarik yang kuat di era modern. Pada akhirnya, gema seruan dari toa masjid di Klaten ini menjadi pengingat akan kompleksitas nilai-nilai sosial dan budaya yang hidup berdampingan dalam masyarakat, serta bagaimana teknologi dapat menjadi katalisator dalam menyebarkan narasi yang tak terduga.
Komentar