Headline Nasional
Beranda » Berita » Gelombang Demo Tolak RUU TNI Meluas, Mahasiswa di Berbagai Kota Turun ke Jalan

Gelombang Demo Tolak RUU TNI Meluas, Mahasiswa di Berbagai Kota Turun ke Jalan

Gelombang Demo Tolak RUU TNI Meluas, Mahasiswa di Berbagai Kota Turun ke Jalan
Gelombang Demo Tolak RUU TNI Meluas, Mahasiswa di Berbagai Kota Turun ke Jalan

Jakarta, HarianBatakpos.com – Demo tolak RUU TNI terjadi serentak di berbagai kota di Indonesia, mulai dari Jakarta hingga daerah lain di Sumatera, Jawa, dan beberapa wilayah lainnya, Kamis (20/3). Massa aksi yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat sipil menolak pengesahan RUU TNI yang dinilai membuka kembali peluang dwifungsi militer dalam institusi sipil.

Salah satu tuntutan utama dalam demo tolak RUU TNI ini adalah menolak keberadaan pasal-pasal yang dianggap mengancam demokrasi dan supremasi sipil. Massa aksi menilai RUU TNI yang telah disahkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna justru berpotensi memperbesar peran militer dalam kehidupan sipil, sesuatu yang seharusnya telah dihapus sejak reformasi 1998.

Demo di Medan: Massa Tolak Dwifungsi Militer

Di Medan, Sumatera Utara, Aliansi Masyarakat Sipil Sumut menggelar aksi unjuk rasa di depan Pos Bloc Medan. Mereka membawa sejumlah spanduk bertuliskan “Awas Orde Baru Bangkit Lagi” dan “Tolak Dwifungsi TNI”.

Link Pendaftaran Upacara 17 Agustus 2025 di Istana Merdeka, Cek Syaratnya

Perwakilan massa aksi, Christison Sondang, menegaskan bahwa pengesahan RUU TNI bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan hanya menguntungkan institusi militer. “TNI tidak boleh mengambil ranah sipil. Ini jelas bentuk intervensi yang tidak seharusnya terjadi,” ujarnya.

Sementara itu, Nikita, perwakilan lainnya, menyebut pengesahan RUU ini dilakukan tanpa transparansi dan tanpa melibatkan masyarakat. “Kami menolak pengesahan ini. Kami akan terus melawan kebijakan DPR RI yang tidak berpihak kepada rakyat,” tegasnya.

Bandung: Mahasiswa Longmars ke Gedung DPRD

Di Bandung, mahasiswa dari berbagai universitas melakukan aksi longmars dari kampus Unisba menuju Gedung DPRD Jawa Barat. Mereka menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan membawa spanduk bertuliskan “Kembalikan TNI ke Barak” serta “Tolak RUU TNI”.

Koordinator aksi, Ainun dari Front Mahasiswa Nasional cabang Bandung Raya, menyatakan bahwa RUU TNI yang baru justru semakin memperkuat militerisme. “Kami menolak segala bentuk militerisme yang digunakan sebagai alat negara untuk membungkam masyarakat,” ungkapnya dalam orasi.

Putusan Mahkamah Konstitusi Digugat, Warga Minta Pemisahan Pemilu Dibatalkan

Semarang: Massa Desak DPR Batalkan UU TNI

Aliansi BEM Semarang Raya juga turun ke jalan, melakukan aksi unjuk rasa di depan DPRD Jawa Tengah. Mereka menuntut pencabutan UU TNI yang dinilai mengancam hak-hak sipil.

Massa membawa poster besar bertuliskan “Tentara Pulang ke Barak” dan “Welcome Neo Orba”. Aksi sempat memanas saat aparat kepolisian mencoba membubarkan massa. Beberapa peserta aksi ditahan untuk diperiksa lebih lanjut.

Yogyakarta: Massa Protes dengan Aksi Bakar Sampah

Di Yogyakarta, Aliansi Jogja Memanggil melakukan aksi protes yang lebih ekstrem. Mereka membuang dan membakar sampah di depan Kantor DPRD DIY sebagai simbol perlawanan terhadap kebijakan yang mereka anggap “sampah demokrasi”.

Seorang orator aksi menyatakan bahwa mereka akan terus bertahan hingga UU TNI dibatalkan. “Kami sudah muak dengan kebijakan serampangan yang hanya menyengsarakan rakyat,” katanya.

DPR Dinilai Abaikan Suara Rakyat

Meski gelombang penolakan terus terjadi, DPR RI tetap mengesahkan RUU TNI dalam Rapat Paripurna. Beberapa pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 47 yang memungkinkan lebih banyak prajurit aktif menduduki jabatan sipil, serta Pasal 53 yang memperpanjang usia pensiun prajurit.

Masyarakat sipil dan mahasiswa yang menggelar demo tolak RUU TNI menilai perubahan ini justru berpotensi memperpanjang masa jabatan perwira di institusi militer dan menghambat regenerasi prajurit.

Dengan terus berlangsungnya aksi-aksi di berbagai daerah, tekanan terhadap DPR dan pemerintah untuk membatalkan UU TNI semakin besar. Masyarakat menuntut agar kebijakan ini segera dikaji ulang demi menjaga supremasi sipil dan demokrasi di Indonesia.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *