Harianbatakpos.com , JAKARTA – Kontroversi atas supremasi ras yang dilakukan oleh sebagian kecil orang Yahudi telah menciptakan gelombang keberatan di kalangan global. Tindakan pengusiran etnis Arab di tanah Palestina, dengan dalih ‘kembali ke tanah yang dijanjikan’, telah menimbulkan ketidakpuasan yang mendalam di kalangan beberapa orang Yahudi yang memiliki pandangan kritis terhadap konflik Israel-Palestina.
Meskipun sering kali Yahudi diidentikkan dengan negara Israel, hal ini tidak mengindikasikan bahwa setiap orang Yahudi mendukung tindakan negara tersebut. Pandangan Yahudi tentang Israel dan Zionisme sangatlah kompleks, karena Yahudi bisa dianggap sebagai agama, etnis, atau identitas budaya. Banyak di antara mereka yang menolak tindakan Israel terhadap Palestina, bahkan di antara mereka yang tinggal di negara tersebut.
Pendeta Yahudi yang berpendidikan tinggi, atau yang dikenal dengan sebutan Rabbi, telah menjadi suara perlawanan terhadap tindakan kekerasan Israel. Rabbi Brant Rosen adalah salah satu contoh yang nyata. Sejak terjadinya Operasi Cast pada tahun 2008, Rosen telah melakukan perjalanan pribadi yang mengubah pandangannya terhadap Israel dan Zionisme.
Kekerasan yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina telah memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam tentang keyakinannya. Bagi Rosen, berdiri dalam solidaritas dengan rakyat Palestina adalah panggilan spiritual yang mendasar. Baginya, tindakan tersebut adalah wujud dari nilai-nilai kemanusiaan yang dianut dalam tradisi agamanya, seperti disadur dari laman SERAMBINEWS.COM.
Namun, keberaniannya untuk menyuarakan dukungan terhadap Palestina membuatnya menjadi target kebencian dari kalangan sesama Yahudi. Tak hanya Rosen, banyak Rabbi lainnya juga telah menyatakan sikap mereka terhadap Israel. Rabbi Arthur Waskow, seorang pemimpin komunitas Yahudi progresif, merupakan salah satu contohnya.
Waskow bahkan dikeluarkan dari beberapa organisasi Yahudi karena pandangannya yang pro-perdamaian terhadap Palestina. Contohnya, pada tahun 1989, ia dipecat dari posisinya sebagai pengajar di sebuah sekolah Yahudi setelah mengkritik tindakan Israel.
Rabbi-Rabbi yang menyuarakan perlawanan terhadap tindakan Israel sering kali dijuluki sebagai ‘Rabbi Rebel’ karena tindakan mereka yang dianggap melanggar norma-norma yang ada. Meskipun demikian, tindakan mereka sebenarnya didasari oleh nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar.
Mereka menentang Israel bukan karena benci terhadap negara mereka sendiri, melainkan karena keinginan untuk menegakkan keadilan dan kemanusiaan bagi semua orang, termasuk rakyat Palestina yang menderita.
Pendapat para Rabbi ini menunjukkan adanya keberagaman dalam komunitas Yahudi, serta pentingnya mendengarkan suara-suara kritis di dalamnya. Mereka memperjuangkan perdamaian dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik Israel-Palestina, dan hal ini merupakan langkah positif menuju pemecahan masalah yang berkelanjutan di kawasan tersebut.
Komentar