Teheran, harianbatakpos.com – Gencatan senjata Iran Israel resmi dimulai pada Selasa (24/6/2025) setelah 12 hari perang intens yang melibatkan rudal dan serangan lintas wilayah. Meski konflik militer berhenti sementara, ketegangan baru justru muncul karena belum adanya kesepakatan damai dan tekanan internasional terkait program nuklir Iran.
Kesepakatan gencatan senjata antara Iran dan Israel terjadi setelah campur tangan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mendesak kedua negara untuk menghentikan permusuhan. Proses mediasi ini juga dibantu oleh Qatar. Sebelumnya, pada Minggu (22/6), AS melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran yang diklaim berhasil dilumpuhkan.
Sebagai balasan, Iran meluncurkan serangan ke pangkalan militer AS di Qatar pada Senin (23/6), tepat sehari sebelum gencatan senjata diumumkan. Namun, serangan Iran tersebut tidak menimbulkan kerusakan signifikan. Anehnya, Trump justru berterima kasih karena Iran memberitahukan serangan tersebut terlebih dahulu, dan mendorong perdamaian antara Iran dan Israel.
Namun, gencatan senjata Iran Israel yang berlaku mulai pukul 11.00 waktu setempat ternyata tidak langsung menghentikan serangan. Empat jam setelah kesepakatan, Israel menembakkan rudal ke wilayah Iran dengan alasan membalas dua rudal yang diklaim ditembakkan dari Teheran ke wilayah udara Israel. Iran membantah tuduhan tersebut, dan hingga kini belum jelas siapa pelaku peluncuran rudal sebenarnya.
Ketegangan berlanjut hingga Presiden Trump mengultimatum Iran dan Israel untuk mematuhi kesepakatan gencatan senjata. Ultimatum tersebut berhasil menghentikan serangan lanjutan dari kedua belah pihak, setidaknya untuk sementara waktu. Namun, banyak pihak mempertanyakan apakah perang Iran Israel ini benar-benar berakhir atau hanya ditunda.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa gencatan senjata ini bukanlah perjanjian damai. Iran masih enggan melanjutkan negosiasi nuklir, terutama setelah serangan dari AS dan Israel. Di sisi lain, Israel menolak setiap bentuk kesepakatan yang mengizinkan Iran tetap memiliki program nuklir meski dengan pengawasan.
Pada Senin (23/6), Parlemen Iran menyetujui RUU untuk menghentikan sepenuhnya kerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), sebagai bagian dari respons atas keluarnya AS dari kesepakatan nuklir JCPOA pada 2018 lalu. Sejak saat itu, Iran secara bertahap membatasi akses IAEA dalam mengawasi fasilitas nuklirnya.
JCPOA, atau Rencana Aksi Komprehensif Bersama, sebelumnya merupakan perjanjian penting yang bertujuan membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi. Namun, pasca penarikan AS dari perjanjian ini, upaya diplomasi antara Iran dan Barat menjadi semakin rumit.
Terakhir, pada Selasa (25/6), Trump menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak akan membiarkan Iran melanjutkan program nuklirnya. Ancaman ini menandakan bahwa jika ketegangan tidak diredakan melalui jalur diplomasi, babak baru konflik Iran Israel bisa kembali meletus dalam waktu dekat.
Ikuti saluran Harianbatakpos.com di WhatsApp:
https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05
Komentar