Medan-Batakpos – Tradisi hampers, yang melekat kuat dalam budaya Indonesia, ternyata memiliki latar belakang sejarah yang menarik. Menurut Dosen Sejarah dari Universitas Airlangga, Moordiati, budaya berbagi bingkisan ini sudah ada sejak zaman kolonial, meskipun telah mengalami berbagai perubahan dalam istilah, bentuk, dan maknanya.
Pengantar di Zaman Kolonial Belanda
Pada masa kolonial Belanda, budaya berbagi bingkisan hanya dilakukan oleh kalangan tertentu, yang disebabkan oleh ketidaksetaraan sosial dan ekonomi pada saat itu. Namun, saat pendudukan Jepang, budaya ini tidak begitu populer karena masyarakat lebih fokus pada perlawanan terhadap kesulitan hidup sehari-hari.
Perkembangan pada Masa Pemerintahan Soekarno
Hampers juga belum menjadi tren pada masa pemerintahan Soekarno. Baru pada tahun 1980-an masyarakat mulai mengadopsi budaya berbagi bingkisan, namun dengan istilah “berbagi parsel”. Awalnya, isinya hanya makanan, tetapi seiring perkembangan zaman, isi parsel pun berubah menjadi lebih bervariasi, termasuk pakaian, barang pecah belah, dan bunga.
Bergesernya Istilah Menjadi “Hampers”
Pada tahun 2000-an, budaya berbagi parsel semakin populer dan istilahnya pun bergeser menjadi “hampers”. Namun, kepopuleran hampers juga membawa dampak negatif, di mana hampers seringkali disalahgunakan untuk praktik gratifikasi. Bahkan, pada tahun 2005, KPK menerapkan aturan bagi pejabat dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk tidak menerima hampers lebaran.
Makna Sosial yang Kompleks
Awalnya, hampers merupakan ungkapan terima kasih dan balas budi kepada penerima. Namun, seiring berjalannya waktu, makna hampers berkembang menjadi bentuk apresiasi dan penghargaan kepada orang lain. Di era masyarakat modern, berbagi hampers juga sering menjadi penanda status sosial, di mana semakin mewah hampers yang diberikan atau diterima, semakin tinggi pula status sosialnya.
Dengan demikian, hampers tidak hanya menjadi simbol kedermawanan dan rasa terima kasih, tetapi juga mencerminkan dinamika struktur sosial dan budaya masyarakat yang terus berubah. Sebuah tradisi yang sederhana namun sarat dengan makna yang kompleks di baliknya.
Komentar