Jakarta, HarianBatakpos.com – Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan pada Senin (23/12/2024) karena kekhawatiran surplus pasokan di tahun depan dan penguatan dolar AS yang memberatkan mata uang lainnya dalam transaksi pembelian minyak.
Pada perdagangan Senin, harga minyak mentah WTI berjangka tercatat turun 0,32% di level US$69,24 per barel, sementara minyak mentah Brent terdepresiasi 0,43% menjadi US$72,63 per barel. Penurunan harga minyak ini terjadi di tengah kekhawatiran akan surplus pasokan yang dapat menekan harga lebih lanjut.
Memasuki perdagangan hari ini, Selasa (24/12/2024), harga minyak mentah WTI berjangka dibuka menguat 0,43% di level US$69,54 per barel, sedangkan minyak mentah Brent naik 0,45% di level US$72,95 per barel. Meskipun ada sedikit pemulihan, pasar masih khawatir dengan proyeksi surplus pasokan global yang bisa menahan harga minyak pada level rendah.
Harga minyak dunia yang turun pada Senin dipicu oleh kekhawatiran pasar mengenai pasokan yang melimpah pada tahun depan, dan penguatan dolar AS yang semakin membebani negara-negara yang menggunakan mata uang lainnya untuk membeli minyak. Analis Macquarie memperkirakan surplus pasokan minyak mentah global akan meningkat pada 2025, yang diperkirakan akan menahan harga minyak Brent di sekitar US$70,50 per barel, lebih rendah dibandingkan rata-rata tahun ini yang mencapai US$79,64.
Namun, kekhawatiran tentang pasokan minyak Eropa mereda setelah jaringan pipa Druzhba, yang mengirimkan minyak dari Rusia dan Kazakhstan ke beberapa negara Eropa, dilaporkan telah kembali beroperasi setelah mengalami gangguan teknis pada minggu lalu.
Analis UBS Giovanni Staunovo menyatakan bahwa penguatan dolar AS mengurangi potensi keuntungan harga minyak. Dolar yang menguat menjadikan minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, yang berdampak langsung pada penurunan harga minyak mentah di pasar global.
Menurut John Kilduff, mitra di Again Capital, data inflasi AS yang mereda dan sinyal dari Federal Reserve (The Fed) yang tidak pasti membuat pasar semakin lesu, dan ini memperburuk prospek harga minyak. Harga minyak berjangka Brent turun sekitar 2,1% minggu lalu, sementara WTI mengalami penurunan lebih besar sebesar 2,6%.
Di sisi lain, riset dari Sinopec, perusahaan penyulingan minyak terbesar di Asia, menyebutkan bahwa konsumsi minyak China diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2027. Proyeksi ini juga menjadi faktor yang menekan harga minyak lebih lanjut.
Presiden terpilih AS, Donald Trump, juga turut mempengaruhi pasar minyak dengan mendesak Uni Eropa untuk meningkatkan impor minyak dan gas dari AS, atau menghadapi kemungkinan tarif impor yang lebih tinggi. Selain itu, Trump mengancam akan mengklaim kembali kendali atas Terusan Panama, yang memicu teguran keras dari pemerintah Panama.
Komentar