HarianBatakpos.com – Harga minyak mentah terpantau bervariasi pada perdagangan Selasa (23/7/2024). Investor kini lebih memfokuskan perhatian pada peningkatan stok dan tanda-tanda lemahnya permintaan, mengabaikan keputusan Presiden AS Joe Biden untuk mengakhiri pencalonannya kembali. Harga Brent mengalami penguatan sebesar 0,17% menjadi US$ 82,54 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) turun 1,59% menjadi US$ 78,51 per barel.
Pada perdagangan Senin lalu, harga Brent ditutup melemah 0,28% di posisi US$ 82,4 per barel, sedangkan WTI terkoreksi 0,44% menjadi US$ 79,78 per barel. Biden, yang mengakhiri kampanyenya pada Minggu lalu, kini mendukung Wakil Presiden Kamala Harris sebagai calon dari Partai Demokrat untuk Pemilu AS 2024. Trader saat ini mengambil keputusan dengan tenang, mengabaikan ketegangan yang meningkat di Timur Tengah dan fokus pada prospek teknis yang lemah serta persediaan minyak yang melimpah.
Analisis dari Morgan Stanley menunjukkan bahwa pasar minyak diperkirakan akan mencapai keseimbangan pada kuartal keempat dan mengalami surplus pada tahun depan, berpotensi menyeret harga Brent ke kisaran US$ 70-an per barel pada tahun 2025. “Persediaan minyak bumi global meningkat minggu lalu. Total stok minyak dan produk olahan cenderung lebih tinggi di semua pusat perdagangan utama kecuali Eropa,” ujar Alex Hodes, analis di StoneX, dikutip dari Reuters.
Sementara itu, kebijakan energi akan menjadi pokok perdebatan antara Kamala Harris dan Donald Trump. Namun, analis Citi menilai bahwa keduanya tidak akan mendukung kebijakan yang berdampak ekstrem terhadap operasi minyak dan gas. Di Timur Tengah, ketegangan meningkat setelah jet tempur Israel menyerang sasaran militer Houthi di dekat pelabuhan Hodeidah, Yaman, dan serangan lanjutan oleh Israel di Gaza.
Di luar itu, China, sebagai negara importir minyak terbesar di dunia, secara mengejutkan memangkas suku bunga acuannya pada Senin kemarin. “Penurunan suku bunga Tiongkok terlalu kecil untuk mengangkat sentimen keseluruhan terhadap minyak mentah,” kata analis UBS Giovanni Staunovo. Namun, pemangkasan suku bunga diharapkan dapat mendongkrak perekonomian China yang tengah lesu, dan jika ekonomi kembali pulih, permintaan minyak mungkin akan meningkat.
Komentar