Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara akan menggelar sidang pembacaan vonis dua penyerang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Kedua penyerang didakwa melakukan penganiayaan berat.
“Persidangan dijadwalkan pukul 10.00 WIB,” kata Kepala Humas PN Jakarta Utara Djuyamto seperti dilansir Medcom.id, Kamis, 16 Juli 2020.
Persidangan digelar terbuka di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Perkara nomor 371/Pid.B/2020/PN Jkt.Utr atas nama terdakwa Ronny dan 371/Pid.B/2020/PN Jkt.Utr dengan terdakwa Rahmat rencananya juga disiarkan melalui akun YouTube resmi PN Jakarta Utara.
Ronny dan Rahmat didakwa secara bersama-sama dan direncanakan menyiramkan cairan asam sulfat (H2SO4) ke badan dan muka Novel. Novel diserang dengan air keras karena dianggap telah mengkhianati Polri. Rahmat sejak awal berniat membuat luka berat agar Novel tidak dapat menjalankan tugas.
Perbuatan Rahmat dan Ronny membuat Novel mengalami luka berat. Novel mengalami penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan, kerusakan pada selaput bening (kornea) mata kanan dan kiri. Luka itu berpotensi menyebabkan kebutaan atau hilangnya pancaindra penglihatan.
Tuntutan kontroversial
Jaksa penuntut umum menuntut Ronny dan Rahmat dihukum satu tahun penjara. Keduanya dianggap melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tuntutan itu menjadi kontroversial lantaran banyak pihak menilai tidak sebanding dengan kondisi yang dialami Novel.
Kritik tajam mengalir deras terhadap tuntutan tersebut. Anggota tim advokasi Novel, Kurnia Ramadhana, menyebut tuntutan itu untuk menutupi aktor intelektual pada serangan ke Novel pada Selasa, 11 April 2017 itu.
Selain itu, saksi-saksi yang dianggap penting tidak dihadirkan oleh jaksa di persidangan. Jaksa juga dianggap tidak merepresentasikan negara, lantaran dianggap tidak melindungi keterangan saksi korban selaku penegak hukum.
“Hukum digunakan untuk melindungi pelaku dengan memberi hukuman ‘ala kadarnya’ menutup keterlibatan aktor intelektual dan mengabaikan fakta perencanaan pembunuhan yang sistematis,” ujar Kurnia di Jakarta, Kamis, 11 Juni 2020.
Tuntutan ringan kepada Ronny dan Rahmat membuat jaksa penuntut umum yang menangani perkara Novel diadukan ke Komisi Kejaksaan (Komjak). Komjak akan menerbitkan rekomendasi terhadap kinerja jaksa usai pembacaan vonis.
“Rekomendasi itu memaparkan semua fakta-fakta yang objektif terhadap penanganan kasus itu dari mulai yang menjadi tugas kewenangan komisi dan penilaian kerja jaksanya,” kata Ketua Komisi Kejaksaan, Barita LH Simanjuntak, Kamis, 2 Juli 2020.
Hilangnya barang bukti
Tim advokasi Novel melaporkan Kepala Divisi Hukum Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Rudy Heriyanto ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Rudy diduga menghilangkan barang bukti saat penyidikan kasus penyerangan terhadap Novel.
Rudy bagian dari tim penyidik kasus penyerangan Novel. Saat kasus bergulir, Rudy menjabat sebagai direktur reserse kriminal umum (direskrimum) Polda Metro Jaya.
Beberapa hal yang dipermasalahkan tim advokasi Novel yakni, baju gamis korban yang disobek saat penyelidikan, serta bukti sidik jari di botol dan gelas untuk menyerang hilang. Kamera pengintai atau CCTV di sekitar tempat penyerangan juga tidak dijadikan alat bukti.
Selain itu, cell tower dumps (CTD) tak dimunculkan dalam penanganan perkara. CTD ialah teknik investigasi dari penegak hukum untuk melihat jalur perlintasan komunikasi di sekitar rumah korban.
Objektivitas hakim
Mahkamah Agung (MA) diminta menjamin objektivitas hakim yang menangani perkara Ronny dan Rahmat. Kedua terdakwa diharapkan dihukum setimpal.
“Kami mendesak Ketua MA untuk memberikan jaminan bahwa majelis hakim yang menyidangkan perkara ini akan bertindak objektif dan tidak ikut andil dalam peradilan sesat,” kata Kurnia Ramadhana, Rabu, 15 Juli 2020.
Komisi Yudisial (KY) juga diminta berperan aktif untuk mendalami dan memeriksa para hakim. Hal itu mesti dilakukan bila ada indikasi dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. (red)
Komentar