Medan-BP: Irmaliana Harianja, ibunda korban dugaan pembunuhan mendatangi Markas Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut, khususnya Bagian Wasiddik, Jalan Sisingamangaraja, Medan, Senin 24 Mei 2021.
Wanita berusia 54 tahun ini menyebut bahwa kinerja Kabag Wasidik AKBP Didik yang tidak profesional menjalankan perkara yang dialaminya. Alasan itu bukan tanpa sebab, karena meski kasus sudah berjalan 2 tahun lebih. Hasil gelar perkara yang dilakukan pihak Bagian Pengawasan Penyidik (Wasiddik) belum juga mengeluarkan hasilnya secara resmi, baik dari Bagian Wasiddik maupun dari Penyidik Polrestabes Medan yang menangani kasus kematian Ayi Irmawan.
“Kedatangan saya ke Bagian Wasiddik Polda Sumut ini untuk menindaklanjuti kasus kematian anak saya yang sudah berjalan hampir dua tahun setengah. Anehnya, hasil gelar perkara di Polda Sumut ini, sampai sekarang belum ada kejelasan. Padahal, gelar perkara sudah dilakukan lebih dari setahun yang lalu,” kata Irmaliana kepada awak media.
Diruangan Bagian Wasiddik, Irma bertemu dengan seorang polisi bernama Yuli. Akan tetapi, Yuli tidak menjelaskan secara detail dan konkrit kasus yang menimpa Ayi Irmawan.
“Kata Bu Yuli, mereka tidak berkompeten menjelaskan hasil gelar perkara yang mereka lakukan oleh Wasiddik kepada saya selaku pelapor. Sudah setahun lebih hasilnya belum ada, malah yang dikerjakan penyidik itu sudah timpang tindih. Sekarang saya disuruh Bagian Wasiddik untuk menemui penyidik Polrestabes Medan. Padahal, saya sudah berulang kali ke Polrestabes Medan menemui penyidik, tapi mereka mengarahkan ke Wasiddik untuk hasilnya. Aneh sekali ini, kepada penyidik yang menangani kasus saya, dari Polrestabes Medan maupun Bagian Wasiddik tidak profesional seperti. Saya seperti dibola bola disuruh bolak balik,” tegasnya.
Orang tua Ayi Irmawan ini mengharapkan agar Wasiddik Polda Sumut tegas terhadap Penyidik Polrestabes Medan, karena ada banyak kejanggalan atas kematian korban, tapi belum ditindaklanjuti Penyidik Polrestabes Medan.
“Poin penting pertama, Hape almarhum anak saya (Ayi Irmawan) tidak pernah dibuka oleh tim cybercrime. Padahal itu bukti dan saksi kunci, karena ada Komunikasi antara anak saya dengan terduga pelakunya. Anak saya diundang oleh temannya agar datang ke Medan, setelah itu anak saya sekarat dan meninggal dunia. Dalam komunikasi di handphone itu pasti akan terungkap siapa yang menyuruh anak saya datang ke Medan, padahal anak saya disaat itu sedang berada di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura),” terangnya.
Kejanggalan lainnya adalah, penyidik mengarahkan kasus kematian anak saya menjadi kecelakaan lalulintas karena menabrak anjing. Akan tetapi, penyidik tidak pernah memberikan kebenaran tentang anjing yang ditabrak Ayi Irmawan.
“Kalau anak saya meninggal karena menabrak anjing, mana anjing yang ditabrak, kemari. Polisi kemarin ada membongkar kuburan anjing, tapi saya berani pastikan kalau yang dibongkar dan ditemukan itu bukan tulang anjing melainkan tulang lembu. Saya berani jamin,” urainya.
Kejanggalan lainnya yaitu adanya dua surat laporan yang diterbitkan oleh penyidik Polrestabes Medan. Dimana, sejak dia membuat laporan tepatnya Rabu 27 Maret 2019 bernomor 290/III/2019 Restabes Medan. Akan tetapi, sejak keluarnya surat bernomor 290, beberapa bulan setelahnya. Polrestabes Medan, mengeluarkan surat yang sama dengan nomor 690.
Dalam surat bernomor 290 diakui Irma bahwa itulah yang benar. Karena surat itu sudah bertandatangan dan berstempel Polrestabes Medan. Sedangkan nomor 690 tidak ada tanda tangan dan stempel dan itu tidak diakuinya.
“Nomor 290 itu sudah sah dan sudah saya tandatangani. Saya tidak mengakui adanya surat nomor 690. Saya meminta polisi profesional dalam menangani kasus ini,” kata Irma.
Menurut dia, dalam surat bernomor 690 terdapat keringanan kasus kematian anaknya. Sedangkan bernomor 290 itu tegas berbunyi penganiayaan berat atau penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia.
“Kalau dalam surat 690 bunyinya penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia. Ini sangat aneh. Saya meminta Kapolrestabes Medan melalui Kasatreskrim profesional dalam mengungkap kematian anak saya ini,” tuturnya.
Jadi, dia menegaskan agar Wasiddik Polda Sumut membuka kasus ini dengan terang benderang. Karena poin penting dalam gelar perkara belum juga ada hasilnya.
“Saya sudah membawa mayat anak saya kerumah sakit untuk diotopsi hasil otopsi dokter mistar diketahui anak saya mengalami luka atau di kepala bagian muka dan belakang akibat luka benda tumpul paksa. Mengapa dikatakan lakalantas. Lalu LP 690 yang tidak ada aslinya. Hasil yang didalam gelar perkara tidak pernah dilaksanakan. Hape saksi atau orang yang berkomunikasi dengan anak saya sebelum meninggal yang harusnya dibuka juga tidak dibuka,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, sebelum meninggal dunia dirumah sakit. Ayi dalam keadaan sekarat di kamar kos milik Nia yang merupakan teman satu kuliahnya di Jalan Karya Wisata, Kecamatan Medan Johor tepatnya dibelakang toko lontong Almira.
Ketika ditemukan sekarat, didalam kamar kos itu ada Aldi dan Ade Fitriani dan sepeda motor Vario. Ayi ditemukan sekarat dikamar kos Nia tepatnya Senin 11 Maret 2019 dan meninggal dunia Selasa 12 Maret 2019.
Setelah menyelesaikan prosesi pemakaman dan lainnya, ibunda korban membuat laporan ke Mapolrestabes Medan, yang berada di Jalan HM Said, Kecamatan Medan Timur tepatnya Rabu 27 Maret 2019 sesuai dengan surat tanda terima laporan polisi atau STTLP 290/III/2019 Restabes Medan.
Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan, Ajun Komisaris Polisi Rafles Langgak Putra ketika dikonfirmasi mengaku bahwa nomor STTLP itu dikarenakan salah ketik.
“Kalau soal dua STTLP itu silakan ditanya ke sentra pelayanan kepolisian terpadu (SPKT) karena mereka yg bertugas menerima laporan polisi (LP). STTLP itu kan surat tanda terima laporan polisi. Tapi yang bisa saya jawab, itu salah ketik saja. Tidak mempengaruhi apapun dalam proses penyelidikannya,” ungkapnya.
Ketika ditanyai awak media penyebab kematian Ayi karena kecelakaan dan menabrak anjing. Perwira dengan pangkat tiga melati emas dipundak ini belum memberikan keterangannya.(BP/Reza)
Komentar