Medan-BP: Sebuah gugatan yang menggegerkan dilayangkan PT Arkata Vittorio Estetika Medical kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan telah memasuki babak baru di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Gugatan ini menyangkut status tersangka yang diberikan BPOM kepada Direktur PT Arkata, Limiyanto Tanseri, terkait pelanggaran dalam pemasaran produk kosmetik tanpa izin.
Pengacara Limiyanto, Hisar M Sitompul, menegaskan bahwa PT Arkata baru saja mendapatkan izin usaha pada Maret 2024, sementara BPOM sudah melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan terhadap perusahaan pada April 2024. Dia mengkritik bahwa produk yang digunakan untuk uji coba saja sudah disita sebelum izin resmi dikeluarkan.
“Dalam hukum kesehatan, seharusnya ada upaya pembinaan terlebih dahulu sebelum mempidanakan. Namun, BPOM langsung menetapkan klien kami sebagai tersangka berdasarkan Pasal 138 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023,” ungkap Hisar.
Lebih lanjut, Hisar menyebut ada kejanggalan dalam proses hukum BPOM Medan terkait kasus ini. Pada tanggal yang sama, BPOM mengeluarkan lima surat perintah terkait penyidikan, penggeledahan, dan penyitaan, yang menurutnya tidak lazim.
Sidang praperadilan telah berlangsung beberapa kali, dengan putusan diharapkan akan diumumkan pada 1 Juli 2024. Hisar optimis bahwa hakim akan memberikan keputusan yang adil terhadap kliennya.
Sementara itu, Kepala Balai Besar POM Medan, Martin Suhendri, menolak memberikan komentar lebih lanjut terkait kasus ini, mengingat semua proses hukum ditangani oleh BPOM Pusat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Gugatan ini dipandang sebagai langkah penting yang berpotensi mengubah dinamika industri kosmetik di Indonesia, dengan menyoroti tata kelola perizinan dan penegakan hukum yang transparan dan adil.
Komentar