Pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia (UI), Budi Frensidy, memproyeksikan bahwa kemungkinan kecil bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk turun di bawah level 7.000 akibat dari sentimen negatif pasar terhadap konflik geopolitik di Timur Tengah.
“Saya pikir IHSG di level 7.050 hingga 7.100 adalah hal yang wajar, walaupun angkanya rendah, dan kecil kemungkinan akan turun di bawah 7.000,” kata Budi Frensidy dalam wawancara yang dilangsir ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Menurutnya, dampak dari konflik Iran-Israel terhadap transaksi saham akan lebih terasa pada saham-saham dari perusahaan yang memiliki ketergantungan terhadap produk ekspor-impor serta utang dalam mata uang dolar AS.
Sementara itu, saham-saham dari perusahaan yang lebih berorientasi pada pasar dalam negeri dan memiliki utang yang lebih sedikit dalam Rupiah akan mengalami dampak yang lebih ringan.
Selain saham, Budi juga menyoroti dampak konflik tersebut pada produk pasar modal lainnya, seperti obligasi.
“Obligasi juga tertekan dengan aliran modal keluar karena pelemahan Rupiah,” ujarnya.
Menurutnya, pelemahan Rupiah akan menyebabkan naiknya yield yang diminta oleh investor, sehingga harga pasar obligasi akan turun.
Budi juga memberikan saran kepada para investor untuk berhati-hati dalam melakukan transaksi di pasar modal saat ini karena tingginya volatilitas.
“Diharapkan agar tetap memegang minimal 30 persen dari investasi sebagai cadangan tunai,” tambahnya.
Konflik terbaru antara Iran dan Israel dipicu oleh serangan terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April 2024, yang kemudian diikuti oleh serangan balasan dari Iran ke Israel dengan menembakkan rudal dan pesawat tanpa awak pada 13 April 2024.
Pada Jumat (19/4) dini hari waktu setempat, Israel meluncurkan serangan rudal yang diduga menyasar pangkalan udara dekat Kota Isfahan, Iran.
Dalam penutupan perdagangan Jumat (19/4) sore, IHSG ditutup melemah 79,49 poin atau 1,11 persen ke posisi 7.087,31, sementara indeks LQ45 turun 15,20 poin atau 1,62 persen ke posisi 920,31.
Komentar