Opini
Beranda » Berita » I’m (not) a Beautiful Girl

I’m (not) a Beautiful Girl

I'm (not) a Beautiful Girl
I'm (not) a Beautiful Girl

“Aku masih bingung sama orang yang bilang cantik itu ujian, padahal menurutku jadi jelek lebih menderita deh,” ucap Nada, gadis itu mengeluh sebab jerawat di kulit wajahnya yang tak kunjung hilang.

Ia menoleh ke samping, meneliti gadis cantik yang duduk di sampingnya. “Kapan sih kulit aku bisa semulus kamu Ra,” keluh Nada.

Sedangkan gadis yang baru saja disebut namanya itu hanya bisa tersenyum manis, “Kamu sudah cobain skincare yang aku rekomendasiin 2 hari yang lalu belum?” tanya Ratu pada sahabat karibnya itu.

Cara Menghitung Matematika dengan Baik dan Benar, 90+6= 96 Bukan 99!

Nada hanya menggelengkan kepalanya, raut wajahnya menjadi tambah lesuh. “Mahal banget loh, kamu sih enak dapet endorse dari brand itu. Aku nabung sebulan aja kayaknya ga bakal bisa beli.”

Lalu hening untuk beberapa saat, Nada yang sibuk dengan handphone genggamnya dan Ratu yang bingung harus merespon seperti apa. Namun keheningan itu kembali buyar karena celetukan Nada, matanya masih fokus kepada layar handphone sedangkan mulutnya terbuka, memuji Ratu.

“Ra, nih konten kamu sama Januar udah di upload di youtube-nya dia.” Ratu mengintip ke layar ponsel Nada, disana terlihat video dirinya bersama salah satu influencer yang sedang sangat terkenal, Januar.

Nada memposisikan dirinya menghadap ke samping, memandangi Ratu dari atas hingga bawah. “Kamu tuh … definisi dari sempurna tau ga Ra, udah cantik, pinter, terkenal, kurang apa lagi coba. Aku aja masih ga percaya bisa temenan sama kamu.”

Seni Flexing Kekuasaan

Ratu hanya tertawa kecil, “Apasih Nad, lebay banget mujinya.”

“Siapa bilang aku lagi muji, aku tuh lagi ngomongin fakta.” Raut wajah Nada berubah, ia tersenyum sumringan lalu menggeser bangkunya mendekat ke arah Ratu, ia berbisik kecil, “Jadi gimana Ra, pasti Januar wangi banget kan? Gimana rasanya ngobrol sama orang ganteng? Terus kalian ngobrolin apa aja kemarin?”

Ratu hanya mendengus pelan dan tersenyum geli, sudah menjadi rahasia umum di antara teman sekelasnya jika Nada adalah salah-satu fans Januar. Bisa dibayangkan seheboh apa Nada saat tau sahabatnya itu di undang untuk menjadi bintang tamu di konten youtube Januar.

Hening beberapa saat sebelum Ratu mengeluarkan suara, mencoba menyusun kata untuk merespon rentetan pertanyaan dari Nada, “Janu baik kok, kepribadian dia sama seperti di sosmed. Terus kami kemarin ngobrolin soal self  love, emang tema kontennya itu kan, kami juga ngobrol biasa sih. Udah itu aja.”

Mungkin orang-orang yang menonton video itu akan berpikir, bisa-bisanya si tampan dan si cantik ngomongin soal self  love. Seperti di ibaratkan anak konglomerat yang sudah kaya dari sebelum lahir tiba-tiba ngomongin perihal caranya jadi sukses.

Ratu Cahya Winarta, gadis yang terkenal karena paras yang rupawan, kepribadian yang baik serta prestasi di bidang akademik yang membanggakan, jangan lupakan fakta bahwa Ratu adalah seorang influencer terkenal yang merintis karirnya dengan konten yang berbau fashion, skincare, dan make up. Tidak berlebihan jika dibilang kehidupan Ratu adalah kehidupan yang di dambakan oleh kebanyakan remaja perempuan, bahkan saat Ratu baru menampakkan ujung sepatunya saja ia sudah disambut oleh senyuman dan sapaan ramah oleh semua orang dan orang-orang pasti setuju jika mencintai diri sendiri untuk seorang Ratu akan semudah membalikkan telapak tangan.

“Temenin ke toilet yuk Ra,” ajak Nada.

Ratu mengiyakan ajakan itu dan mereka berdua berjalan keluar kelas menuju ke toilet. Pemandangan biasa dimana lorong kelas akan mendadak menjadi berisik disaat Ratu lewat. Mereka berdua berjalan beriringan, sesekali mereka menyapa beberapa orang yang mereka lewati-ah, ralat. Orang-orang hanya menyapa akrab kepada Ratu, sedangkan Nada hanya tersenyum kecil dan sesekali mengecek ponselnya.

Sebenarnya Nada merasa sedikit canggung saat berjalan bersama Ratu, ia yakin orang-orang akan membandingkan dirinya dengan Ratu. Tidak jarang ia mendengar sebutan yang di sematkan oleh orang-orang untuk mereka, si Jelita dan si Figuran. Namun Nada sadar diri dengan posisinya, menjadi perbandingan sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya sejak ia berteman akrab dengan Ratu sedari kecil. Ada beberapa saat dimana Nada merasa insecure dengan dirinya sendiri dan ia pernah berada di tahap melampiaskan amarahnya kepada Ratu, padahal ia marah pada dirinya sendiri yang tidak akan pernah menjadi sempurna seperti Ratu sebesar apapun usahanya.

“Nad! Kebetulan kamu lewat, sini dulu. Aku mau ngomongin soal projek osis yang kamu usulin kemarin. Ra, aku pinjem Nada sebentar boleh kan?”

Seorang siswa membuat langkah kedua gadis itu berhenti. Nada menoleh ke arah Ratu, memastikan temannya itu tidak masalah jika ia tinggal sebentar.

“Engga apa kan Ra, aku tinggal sebentar?”

Ratu mengangguk dan tersenyum ramah, “Kalo gitu aku duluan, nanti kamu susul ke toilet aja ya Na.”

Nada mengangguk dan keduanya berjalan ke arah yang berpisah. Ratu masuk ke dalam toilet yang terlihat sepi, nampaknya orang-orang lebih memilih untuk menghabiskan waktu istirahat dengan mengisi perut ke kantin.

Ponsel Ratu berdering, terlihat tulisan Mama di layar ponselnya. Ratu menghela nafas terlebih dahulu dan memastikan tidak ada yang terlihat berantakan dari tubuhnya di pantulan cermin, lalu gadis itu menerima video call dari Mamanya. Terlihat seorang wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang ke-45 tahun.

“Hai Ma, tumben telfon waktu Ratu masih di sekolah.” Ratu mencoba tersenyum, matanya sesekali melirik ke arah pintu memastikan tidak ada yang masuk ke toilet saat ini seolah tidak ingin ada yang mendengar pembicaraan antara ia dan Mamanya.

“Kamu lagi di toilet?” tutur suara di seberang, berbanding terbalik dengan wajah yang cantik bak malaikat, suara perempuan paruh baya itu terdengar sangat ketus saat berbicara dengan Ratu yang merupakan anak perempuannya.

Ratu mengangguk kecil, “Iya ma, Ratu lagi di toilet.”

Gadis itu nampak gugup dan mengetuk jarinya ke dinding wastafel, menunggu apa yang akan diucapkan oleh Mamanya. Ratu memejamkan matanya, menyadari apa yang sedang di lakukan oleh Mamanya, gadis itu menggigit ujung lidahnya dan diam tak bergeming membiarkan Mamanya menilai penampilannya atau lebih tepatnya wajahnya.

Mungkin orang-orang akan beranggapan hal ini tidak wajar, untuk apa seorang ibu menilai wajah anaknya? Namun hal ini sudah seperti rutinitas untuk Ratu.

“Hitam-hitam di pipi kamu itu apa? Bekas jerawat?”

Netra gadis cantik itu mendelik, Ratu yakin pagi tadi ia sudah memakai concealer untuk menutupi satu bekas jerawatnya, bagaimana Mamanya bisa melihat itu.

Wanita di seberang terlihat menghela nafasnya, wajahnya berubah menjadi lebih ketus. “Ngurusin bekas jerawat aja kamu ga bisa, mangkanya makan tuh dijaga. Pasti kamu males-malesan pake skincare kan sampe jerawatan gitu?”

“Ngga ma, kemarin Ratu lagi pm-”

“Udalah, cape Mama nasehatin kamu terus, udah dibilangin wajah tuh paling penting, kamu mau jadi tambah jelek?” potong Mama Ratu sambil menatap jengah anaknya yang sedari tadi menunduk.

Omelan dari Mamanya membuat Ratu lagi-lagi menggigit lidahnya sendiri, ia hanya menggelengkan kepalanya.

“Mama tinggal sebentar keluar kota malah ngebuat kamu ngerasa bebas ya? Padahal setiap hari udah Mama bilangin untuk jaga pola makan, oh atau jangan-jangan berat badan kamu juga nambah? Mama liat di youtube-nya Janu, lemak di kaki kamu udah numpuk,” ucap Mama Ratu dengan nada ketus, tak lupa ia melayangkan tatapan sinis pada anaknya.

Ratu reflek menoleh ke bawah, meneliti kakinya yang sebenarnya terlihat sangat ramping namun ucapan dari Mamanya barusan membuat Ratu melihat bayangan kakinya yang melebar.

“Awas aja kalo waktu Mama pulang, berat badan kamu malah naik sama bekas jerawat kamu masih ada.”

Video call itu dimatikan secara sepihak, dan Ratu dengan cepat membalikkan badannya ke wastafel. Ia mendekatkan wajahnya ke cermin, matanya nyalang meneliti setiap jengkal kulit wajahnya. Mata ratu menggenang, ia menggigit kencang bibirnya sendiri untuk melampiaskan rasa kecewanya, ia menatap pantulan wajahnya di cermin dengan tatapan kecewa dan marah.

Ratu mengingat jelas setiap ucapan yang dilontarkan oleh Mamanya tentang kriteria menjadi cantik.

Cantik itu putih.

Cantik itu langsing.

Cantik itu tinggi.

Cantik itu kulitnya mulus.

Cantik itu pipi tirus.

Cantik itu ga ada jerawat.

Cantik itu mancung.

‘Kamu harus sempurna’  merupakan ucapan yang di tanamkan di dalam pikiran Ratu sejak ia kecil.

Ratu terisak, ia mengusap wajahnya dengan kuat hingga membuat hiasan wajahnya sedikit berantakan. Sekeras apapun usahanya untuk menjaga parasnya, Ratu tidak bisa melihat perubahan di wajahnya dan gadis malang itu tidak pernah bisa mencintai dirinya sendiri.

Sangat sulit untuk tidak merasa sakit hati karena ucapan Mamanya, seharusnya Ratu sudah terbiasa dengan semua perkataan yang di lontarkan oleh Mamanya, namun Ratu tetap mengingat jelas semua ucapan dan hinaan yang ia dapatkan. Termasuk salah satu kalimat yang paling teringat jelas di pikirannya adalah lipstick on a pig. Kalimat yang di ucapkan oleh beberapa pembencinya di media sosial.

“Sorry ya Ra aku tad-” Nada tertegun saat membuka pintu toilet, ia terdiam menatap kondisi Ratu yang terlihat berantakan.

Nada tersadar disaat Ratu menoleh dan berbicara dengan suara yang terdengar sangat menyedihkan. “Barusan Mama telfon aku Na…”

Dengan cepat Nada menutup dan mengunci pintu toilet lalu berjalan cepat untuk memeluk Ratu, mendengarkan satu kalimat dari gadis itu sudah membuat Nada sangat paham apa yang barusan terjadi pada sahabatnya ini.

Kedua gadis itu berpelukan, yang satu berusaha menenangkan sedangkan yang satu lagi menangis kencang. Nada bisa merasakan emosi yang dirasakan Ratu, selama mereka berteman bukan hanya sekali atau dua kali ia melihat kondisi Ratu yang seperti ini. Bahkan Nada sempat ingin menemui Mama Ratu untuk berbicara namun di halau oleh Ratu yang mengatakan bahwa dirinya akan baik-baik saja.

Nada merasa marah, bahkan ia memiliki julukan sendiri untuk wanita yang melahirkan sahabatnya itu, Medusa. Nada tidak mau repot-repot memanggil ibu dari Ratu dengan ucapan yang sopan karena menurutnya perempuan paruh baya itu tidak pantas menjadi seorang ibu.

Salah-satu alasan Nada tidak meninggalkan Ratu, karena ia tau penilaian semua orang tentang kehidupan sahabatnya ini sangat berbanding terbalik dengan  kehidupan yang sebenarnya di jalani oleh Ratu. Nada tau seberapa kerasnya usaha Ratu untuk ada di posisi yang sekarang, dan tentu saja itu semua adalah paksaan dari Mamanya. Bagaimana bisa seorang perempuan yang diberi predikat seorang Ibu malah memperlakukan anaknya seperti boneka.

“Ra, dengerin aku. Kamu cantik, ga ada yang salah sama diri kamu. Ga perlu dengerin apa yang barusan Mama kamu omongin, udah aku bilang kan kalo Mama kamu tuh kemasukan siluman cabe mangkanya omongannya pedes. Kamu percaya sama aku aja, kamu sendiri kan yang bilang kalo aku ngomong tuh selalu ngomongin fakta,” ujar Nada penuh perhatian.

Nada menangkup pipi Ratu dengan kedua telapak tangannya, ekspresi menyedihkan Ratu terlihat sangat jelas. Sebenarnya Nada merasa sangat bersyukur karena Ratu mau terbuka padanya tentang masalah ini, ia tidak bisa membayangkan jika Ratu memendam semua masalahnya sendiri, gadis itu pasti akan sangat menderita.

Senyuman terbit di bibir Nada, ia mengusap air mata di pipi Ratu. “Kalo fans kamu tau kamu lagi nangis gini pasti mereka bakal demo di depan sekolah.”

Ucapan spontan Nada membuat Ratu tertawa kecil, Ratu memukul pelan lengan Nada karena bisa-bisanya mengajaknya bercanda disaat ia sedang menangis.

“Nah gini dong senyum, kamu cantik kalo lagi nangis Ra tapi lebih cantik lagi kalo lagi senyum. Janu aja bakal naksir kalo liat kamu senyum.”

“Yang ada nanti kamu yang nangis kalo Janu naksir ke aku,” balas Ratu, dengan suara yang mengejek.

Nada menggeleng sambil tersenyum jenaka, “Aku ikhlas lahir batin kalo kalian berdua pacaran, bayangin anak kalian nanti secakep apa…”

Dengan cepat Ratu menyikut lengan Nada, tidak percaya dengan ucapan asal sahabatnya itu, “Nada! sembarangan banget kalo ngomong,” gerutu Ratu, sedangkan yang disikut hanya tertawa puas.

Melihat Ratu yang berhenti menangis membuat Nada lega, tangannya terangkat untuk merapikan poni Ratu yang berantakan. “Ra, kamu tau kenapa kamu ga bisa nerima diri kamu sendiri padahal banyak orang yang cinta sama kamu?”

Ratu terdiam, memikirkan jawaban untuk pertanyaan yang Nada ajukan untuknya, namun ia hanya menggeleng karena bingung. Ratu tau bahwa banyak yang menyukai dirinya, dan hal itu sebenarnya menjadi pertanyaan besar di benaknya. Apa yang orang-orang sukai dari dirinya? padahal ia saja selalu menemukan celah untuk membenci dirinya sendiri.

“Karena kamu ga pernah belajar cinta sama diri kamu sendiri, aku selalu bilang kalo kamu cantik tuh bukan sekedar cuma pujian. Aku mau kamu sadar kalo dari segi rupa ga ada yang kurang dari kamu Ra, walaupun emang ada sisi yang kamu ga suka dari diri kamu sendiri, itu bukan alasan buat kamu benci sama diri kamu sendiri. Kamu harus belajar buat cinta sama diri kamu biar kamu bisa ngerasain cinta dari orang lain.”

Ucapan panjang lebar yang dituturkan oleh Nada membuat Ratu tidak bergeming, ia perlahan menoleh ke cermin. Mau dilihat dari manapun, Ratu hanya bisa menemukan alasan untuk membenci dirinya sendiri.

“Semua manusia pasti ada kurangnya Ra, tapi bukan berarti itu alasan kamu buat benci sama diri kamu sendiri. Lagian self love bukan cuma tentang paras doang, kamu pinter, berbakat, kepribadian kamu juga baik. Itu semua cukup untuk jadi alasan kamu untuk self love. Kalo ngomongin soal tampang ga bakal ada habisnya Ra, tapi percaya sama aku. Kamu sekarang tuh ya kalo di sandingin sama Dasha Taran, aku yakin kalo Dasha Taran yang bakal insecure,” ucap Nada yang di akhiri dengan candaan.

Ratu yang dari awal mendengar ucapan Nada dengan serius tidak bisa mengelak untuk tidak tertawa karena ucapan terakhir Nada. Ratu dengan gemas memukul pelan lengan Nada, kedua gadis itu tertawa. Ratu tersenyum cerah, perasaannya perlahan membaik.

Ia selalu kagum dengan sifat Nada yang menurutnya sangat baik, Ratu merasa sangat beruntung karena Nada masih mau berteman dengannya setelah melihat sisi Ratu yang kacau dan juga walaupun Nada sering mengeluh insecure karena wajahnya namun Ratu selalu menganggap Nada sangat cantik. Wajah Nada tidak memerlukan polesan make up untuk terlihat bersinar, berbeda dengan dirinya yang memerlukan banyak perawatan dan harus di poles terlebih dahulu.

Ratu memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya berusaha untuk menepis pikiran buruk itu. Baru saja sahabatnya berusaha untuk menghiburnya, Ratu tidak mau merasa sedih lagi karena pikiran buruknya. Namun, pikiran tadi membuat Ratu tersadar tentang satu hal, manusia selalu bisa dengan mudah menemukan kelebihan pada orang lain, dan mudah menemukan kekurangan pada dirinya sendiri.

“Na… ternyata bener ya kata kamu dulu, Kupu-kupu ga bisa ngelihat keindahan sayapnya sendiri.”

Nada yang mendengar hal tersebut tersenyum lega. Ia berharap setelah ini sahabatnya bisa belajar untuk mencintai diri sendiri terlebih dahulu.

Mellisa Suryani, seorang penulis muda yang bermukim di Kota Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, bukanlah hanya seorang penulis. Dia adalah pahlawan kata-kata, mengejar kebenaran dan keadilan melalui tulisannya.

Dalam lomba Menulis Artikel Harian Batakpos dengan tema “Surat untuk Bullying,” Mellisa Suryani berdiri sebagai contoh gemilang bagaimana kata-kata dapat menjadi senjata yang kuat melawan ketidakadilan. Dengan keberanian yang tak tergoyahkan, dia menulis dengan hati yang terbuka dan pikiran yang tajam tentang dampak merusak dari perilaku bullying.

Mellisa tidak sekadar menulis untuk mendapatkan penghargaan. Baginya, setiap kata adalah panggilan untuk membangun dunia yang lebih baik, di mana setiap individu dihargai dan dihormati. Dia menyerukan perdamaian melalui setiap kalimatnya, mengingatkan kita semua akan kekuatan empati dan kebaikan.

Di balik alamat email mellisasuryani1524@gmail.com, terdapat panggilan untuk tindakan. Setiap artikel yang ia tulis bukan hanya sebuah karya seni, tetapi juga sebuah panggilan untuk menghentikan kekejaman dan membangun komunitas yang lebih berempati.

Mellisa Suryani bukan hanya seorang penulis. Dia adalah suara bagi yang tak terdengar, cahaya bagi yang terpinggirkan, dan harapan bagi yang terluka. Dengan tulisannya, dia membawa kita semua ke arah kebaikan dan kebenaran.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Postingan Terpopuler

BatakPos TV

Kominfo Padang Sidempuan

Kominfo Padang Sidempuan