Pada bulan Maret 2024, Indonesia mengalami lonjakan signifikan dalam impor beras, mencapai 567,22 ribu ton dengan nilai sebesar US$ 371,60 juta. Kenaikan ini mencapai 921,51% dibandingkan dengan volume impor pada Maret 2023 dan 29,29% lebih tinggi dibandingkan Februari 2024.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (22/4/2024), menyatakan bahwa mayoritas impor beras berasal dari Vietnam, Thailand, dan Myanmar. Vietnam menjadi penyumbang terbesar dengan 286,26 ribu ton, diikuti oleh Thailand dengan 142,65 ribu ton, Myanmar dengan 76,61 ribu ton, Pakistan sebanyak 61,57 ribu ton, dan India dengan 100 ton.
Amalia menjelaskan bahwa lonjakan impor beras ini berkaitan erat dengan upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas harga beras menjelang Ramadan. Pemerintah telah menugaskan Bulog untuk mengimpor 3,6 juta ton beras hingga akhir tahun 2024 guna mengisi stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Bulog telah aktif melakukan intervensi harga melalui berbagai program seperti Stabilisasi Harga dan Pasokan Pangan (SPHP), Gerakan Pangan Murah (GPM), serta penyaluran bantuan beras 10 kg kepada sekitar 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Tujuan dari bantuan tersebut adalah untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah dari dampak lonjakan harga beras yang terjadi.
Namun, Sonya Mamoriska, Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Bulog, menekankan bahwa Indonesia harus berhati-hati dalam melakukan impor beras mengingat harga di pasar dunia yang cukup tinggi. Dalam sebuah Dialog Publik di Jakarta pada Rabu (27/3/2024), Sonya menyatakan bahwa Indonesia kini menjadi importir beras terbesar di dunia, sehingga harus mempertimbangkan dengan cermat setiap keputusan impor untuk menjaga stabilitas harga beras di dalam negeri.
Komentar