Ekbis
Beranda » Berita » Indonesia Jadi Korban Kekacauan Global, Sektor Ekonomi Tertekan

Indonesia Jadi Korban Kekacauan Global, Sektor Ekonomi Tertekan

Indonesia Jadi Korban Kekacauan Global, Sektor Ekonomi Tertekan
Indonesia Jadi Korban Kekacauan Global, Sektor Ekonomi Tertekan

Jakarta, HarianBatakpos.com – Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa Indonesia telah menjadi korban dari kekacauan global yang berlangsung saat ini. Data ekonomi terbaru menunjukkan adanya kemunduran signifikan dibandingkan periode sebelumnya. Dengan suku bunga yang tinggi dalam waktu yang lama, permintaan global yang menurun, konsumsi yang tertekan, dan meningkatnya tensi geopolitik, situasi dunia saat ini tampak kacau balau.

Berikut adalah tiga bukti bahwa Indonesia telah terjebak dalam kekacauan dunia:

1. Industri Manufaktur Terkontraksi

Data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis oleh S&P Global menunjukkan bahwa PMI manufaktur Indonesia mengalami penurunan dan terkontraksi menjadi 49,3 pada Juli 2024. Hal ini menandai perburukan yang terus berlanjut selama empat bulan terakhir, dengan PMI jatuh dari 54,2 pada Maret 2024 menjadi 49,3 pada Juli 2024.

Mengenal Saham Syariah, Investasi Halal yang Kian Diminati

Menariknya, puncaknya adalah kontraksi pada Juli 2024 setelah PMI manufaktur Indonesia berada dalam fase ekspansif selama 34 bulan sebelumnya. PMI menggunakan angka 50 sebagai batasan. Jika di atas 50, itu menunjukkan ekspansi, sementara di bawah 50 berarti kontraksi.

Indeks ini mencerminkan tekanan ekonomi global yang menghantam Indonesia dan negara lainnya dalam beberapa waktu terakhir. Sri Mulyani mengungkapkan hal ini dalam konferensi pers mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kinerja dan Fakta Edisi Agustus 2024 di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (13/8/2024).

“Aktivitas manufaktur sudah menjadi korban pertama. Indonesia di 49,3, Amerika Serikat (AS) juga mengalami kontraksi. Ini menunjukkan lingkungan global yang tidak stabil bahkan saling bersaing satu sama lain, menyebabkan ekonomi stagnan,” ungkap Sri Mulyani.

Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa tekanan ekonomi global ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk potensi resesi di AS. Banyak pelaku pasar keuangan memperkirakan AS akan mengalami “hard landing” setelah tekanan inflasi yang tinggi.

Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp4.000 Per Gram

Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa kinerja industri manufaktur memang sedang tertekan, dengan pertumbuhan kuartal II-2024 hanya sebesar 3,95% secara tahunan. Pada tahun lalu, pertumbuhan sektor ini masih mencapai 4,6%, sedangkan pada 2022 mencapai 4,9%.

2. Industri Tekstil Tertekan

Sri Mulyani juga mengakui bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia saat ini dalam kondisi tertekan. Ini disebabkan oleh kalah saing dengan produk-produk impor. Hingga kuartal II-2024, pertumbuhan sektor industri TPT tercatat sebesar 0%, bersamaan dengan turunnya industri mesin yang terkontraksi 1,8%. Sementara industri alas kaki tumbuh 1,9%, dan industri karet tumbuh 2,1%.

“Demand masih memadai, namun kompetisi dari impor sangat kuat,” kata Sri Mulyani. Pada 9 Agustus 2024, CNBC Indonesia melaporkan, pakaian impor asal China, termasuk baju bayi dan anak, dapat ditemukan di kios-kios pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Mirisnya, pakaian tersebut tidak dilabeli Standar Nasional Indonesia (SNI), meskipun produk anak dan bayi harus memenuhi SNI Wajib.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sektor tekstil mengalami rata-rata kontraksi sebesar 0,88% dalam empat kuartal terakhir, bahkan terkontraksi enam kuartal berturut-turut, kecuali pada kuartal I-2024 yang tumbuh 2,64%. Sementara itu, industri makanan dan minuman tumbuh 7-8% per kuartal pada 2015.

3. Setoran PPN dan PPh Badan Anjlok

Penerimaan pajak tercatat mencapai Rp1.045,3 triliun atau terkontraksi 5,8% per akhir Juli 2024, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1.109,1 triliun. Ini berbanding terbalik dengan tahun lalu di mana pajak tumbuh 7,8%. Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) dan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) mengalami penurunan yang signifikan.

Penerimaan pajak hingga 31 Juli 2024 hanya mencapai 52,6% dari target APBN yang ditetapkan sebesar Rp1.988,88 triliun. PPN DN, yang telah mencapai Rp234,16 triliun, mengalami kontraksi sebesar 7,8%, padahal pada tahun lalu tumbuh 17,6%. Penurunan ini terutama disebabkan oleh restitusi untuk sektor industri pengolahan, perdagangan, dan tambang.

Sementara itu, PPh Badan tercatat mencapai Rp191,85 triliun, namun mengalami kontraksi sebesar minus 33,5%. Sri Mulyani menjelaskan bahwa penurunan penerimaan PPh Badan disebabkan oleh penurunan kinerja perusahaan pada 2023 akibat penurunan harga komoditas, yang menyebabkan pengurangan pembayaran PPh Badan tahunan dan meningkatnya restitusi.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *