Jakarta, HarianBatakpos.com – Indonesia perluas proteksi industri melalui penerapan Non-Tariff Barrier (NTB) dan Non-Tariff Measure (NTM) demi memperkuat daya saing industri nasional. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahwa hambatan perdagangan Indonesia saat ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara besar lainnya.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menjelaskan bahwa Indonesia hanya memiliki sekitar 370 kebijakan NTB dan NTM. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan China yang memiliki lebih dari 2.800 kebijakan, India lebih dari 2.500, Uni Eropa sekitar 2.300, dan Malaysia serta Thailand yang masing-masing menerapkan lebih dari 1.000 NTB dan NTM.
Menurut Febri, Indonesia perluas proteksi industri karena ketimpangan jumlah instrumen perlindungan membuat industri dalam negeri sering kalah bersaing, baik di pasar domestik maupun internasional. Negara-negara lain menggunakan NTB dan NTM sebagai tameng untuk melindungi produk dalam negeri dari serbuan barang impor.
“Produk asing sangat mudah masuk ke pasar kita, sedangkan ketika kita ekspor ke negara mereka, kita justru dihadapkan dengan banyak standar, uji mutu, dan syarat teknis lainnya. Ini yang menyulitkan manufaktur kita untuk menembus pasar luar,” jelasnya.
Indonesia perluas proteksi industri melalui kebijakan strategis agar tetap sejalan dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kemenperin juga tengah meninjau sektor-sektor strategis seperti industri tekstil, baja, kimia, otomotif, dan elektronik yang membutuhkan penguatan melalui NTB dan NTM.
Langkah ini menjadi penting untuk menghadapi tantangan global serta arus impor murah yang mengancam keberlangsungan industri nasional. “Kita harus mampu memanfaatkan NTB dan NTM dengan optimal tanpa melanggar ketentuan internasional. Ini adalah bentuk perlindungan yang sah untuk industri dalam negeri,” lanjut Febri.
Lebih jauh, Kemenperin mendorong kolaborasi lintas kementerian, lembaga, dan pelaku industri guna mendukung upaya pemerintah dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Indonesia perluas proteksi industri dengan kebijakan nyata seperti penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 sebagai bentuk komitmen melindungi industri nasional.
Menanggapi survei dari Tholos Foundation yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-122 dalam International Trade Barriers Index 2025, Febri menyatakan bahwa metodologi dan transparansi lembaga tersebut masih dipertanyakan. Ia menilai pemeringkatan tersebut tidak mencerminkan realita kebijakan NTB dan NTM yang diterapkan Indonesia.
“Jika mengacu pada data WTO, hambatan perdagangan Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara maju dan negara ASEAN lainnya,” tegasnya.
Sebagai penutup, Febri mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dengan dukungan sumber daya alam melimpah, pasar domestik yang kuat, serta bonus demografi yang menjanjikan. Oleh karena itu, Indonesia perluas proteksi industri merupakan langkah strategis untuk menuju kemandirian ekonomi.
Komentar