Jakarta, HarianBatakpos.com – Instrumen investasi portofolio di Indonesia terus menarik perhatian investor asing. Berdasarkan data terbaru dari Bank Indonesia (BI) per 4 November 2024, investor asing tercatat membeli neto Rp 38,86 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 192,99 triliun di Surat Repo Bank Indonesia (SRBI).
Daya tarik utama dari instrumen investasi portofolio Indonesia ini terletak pada tingginya imbal hasil atau yield yang ditawarkan, menurut Itang Rusdinar, Division Head Treasury Business PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI). Dalam sebuah wawancara pada program Power Lunch CNBC Indonesia, Senin (11/11/2024), Itang menjelaskan bahwa salah satu indikator utama untuk mengukur daya tarik instrumen investasi adalah real yield.
“Real yield ini adalah return yang diperoleh setelah dikurangi inflasi. Jika dilihat dari yield SBN tenor 10 tahun yang masih berada di angka 6,75% pada awal November 2024, hal ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury Note/UST) yang turun menjadi 4,32%,” ungkap Itang.
Selain itu, jika memperhitungkan faktor inflasi yang berada di level 1,7%, real yield SBN 10 tahun di Indonesia masih berada di angka 4%, yang menjadikannya sebagai salah satu yang tertinggi di kawasan ASEAN. Sebagai perbandingan, real yield di Singapura bahkan sudah sangat rendah, di bawah 1%.
“Dari sisi angka tersebut, terlihat jelas bahwa real yield di Indonesia masih sangat kompetitif di kawasan ASEAN, yang menjadi daya tarik kuat bagi investor asing,” tambah Itang.
Tidak hanya itu, faktor risiko kurs antara dolar AS dan rupiah juga turut menjadi pertimbangan. Itang menjelaskan bahwa biaya hedging melalui skema swap kurs di Indonesia cukup rendah, yakni di kisaran 1,6% hingga 1,7%. Hal ini menjadikan instrumen investasi portofolio di Indonesia semakin menarik bagi investor asing yang ingin memanfaatkan peluang tersebut.
Imbal hasil dari lelang SRBI yang ditawarkan oleh Bank Indonesia pada 8 November 2024 menunjukkan tingkat imbal hasil yang masih tinggi, yakni 6,78% untuk tenor 6 bulan dan 7,03% untuk tenor 12 bulan.
“Nampaknya, investor asing juga masuk dengan cara carry trade, di mana mereka menukar dolar mereka dengan rupiah untuk membeli SRBI yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi,” kata Itang. “Dengan biaya swap yang murah sekitar 1,6% hingga 1,7%, mereka masih bisa mendapatkan imbal hasil di atas 5%, yang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan instrumen investasi dolar AS yang hanya memberikan return sekitar 4,5% hingga 4,7%,” jelasnya.
Melihat data ini, tidak mengherankan jika investor asing terus mengalirkan dananya ke Indonesia, dengan memanfaatkan berbagai instrumen investasi portofolio yang ditawarkan di pasar keuangan Indonesia.
Komentar