Medan-BP: Kapolda Sumatera Utara Irjen Polisi Drs RZ Panca Putra Simajuntak beserta istri Ny. Rita Panca Putra resmi memasuki markas komando (Mako) atau Mapolda Sumut, Jalan Sisingamangaraja KM 10,5 Medan, Jumat 12 Maret 2021.
Pertama memasuki kantor baru, seorang wanita berusia lebih dari setengah abad yang anaknya tewas diduga dibunuh menaruh harapan agar kasus yang ditangani Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Medan bisa diungkapnya.
“Semoga dengan menjabatnya Kapolda Sumut yang baru, Bapak Irjen Panca Putra Simajuntak, kasus tewasnya anak saya dua tahun silam bisa terungkap, anak saya ditemukan sekarat didalam kamar kos milik Nia dan didalam kamar kos itu ada Aldi dan Ade Fitriani. Anak saya yang kini telah meninggal dunia itu bernama Ayi Irmawan,” kata orang tua korban, Irmaliana Harianja, kepada harianbatakpos.com melalui selularnya.
Korban yang diketahui warga Jalan Pejuang, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Provinsi Sumatera Utara (Sumut) ini sudah ditemukan sekarat dikamar kos Nia tepatnya Senin 11 Maret 2019 dan meninggal dunia Selasa 12 Maret 2019. Ini merupakan dua tahun kematiannya.
“Hari ini tepat dua tahun kematian anak saya saya yakin Aldi dan Ade Fitriani terlibat dengan kematian anak saya. Karena mereka berdua yang ada didalam kamar kos Nia, tepatnya di Jalan Karya Wisata, Kecamatan Medan Johor tepatnya dibelakang toko lontong Almira. Saya meminta Bapak Kapolda Sumut yang baru mengungkap tabir Kematian anak saya ini,” terangnya.
Menurut dugaan dia, ada suatu hal yang besar ditutupi Aldi dan Ade dalam kematian Ayi Irmawan. Kenapa itu muncul, karena disaat korban terbaring dikamar kos milik Nia, keduanya tidak memberikan kabar itu.
Menurut wanita berusia 54 tahun ini, anaknya meninggal dengan kondisi luka lebam dibagian kepala dan tubuhnya. Namun, polisi belum juga mempu mengungkapnya.
“Kalau polisi profesional, harusnya mereka bisa mengungkap kasus ini. Memulai dari awal kasus ini. Dimana Ai ditemukan dalam keadaan sekarat,” tegasnya.
Diceritakan Irmaliana, anaknya adalah Mahasiswa di Kota Medan dan kos di Kota Medan. Dia adalah warga Jalan Pejuang, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura).
Sebelum ditemukan sekarat dan meninggal dunia. Awalnya korban sedang berada di kediamannya. Sedangkan ibunya berada di Kota Medan untuk mengunjungi keluarganya.
Dari seberang telepon, Ayi ditelepon oleh temannya agar segera datang ke Medan karena ada pertandingan tenis meja. Setelah mendapat kabar itu, Ayi menelepon ibunya dan mengaku ingin segera berangkat ke Kota Medan juga.
“Ayi menelepon saya Minggu 10 Maret 2019. Pukul 15:00 WIB. Dia mengaku mau berangkat ke Medan mau tanding tenis meja di kampus, Senin 11 Maret 2019. Dia Dikabari temannya. Dari seberang telepon itu, korban mengaku jika tidak hadir, maka pertandingan dibatalkan dan dia mengaku juga bahwa anak saya ini sudah didaftarkan oleh temannya. Karena ada telepon itulah makanya anak saya berangkat dari Labura menuju ke Kota Medan,” kata Irma.
Ibu korban sebenarnya sudah menahan agar dia tidak berangkat ke Kota Medan. Namun, dia tetap bersikeras. Dia berangkat ke Kota Medan Pukul 24:00 WIB, dihari yang sama. Korban berangkat dari Labura dengan menaiki bus.
Akan tetapi, setelah dia berangkat dari Labura, keesokan harinya, tepatnya 11 Maret 2019, korban tidak memberikan kabar. Bahkan nomor selularnya tidak diangkat meski ada nada masuknya. Setahu sang ibu, jika berangkat dari kediamannya ke Kota Medan kurang lebih memakan waktu 8 jam.
“Anak saya berangkat dari rumah sekira pukul 24:00 WIB, seharusnya sampai di Kota Medan sekira pukul 08:00 WIB. Awalnya pirasat saya menduga bahwa anak saya pasti sedang bertanding tenis meja, karena mereka janji bertanding tenis meja makanya dia datang ke Medan. Namun, herannya saya telepon telepon kenapa tidak diangkat walaupun handphone anak saya aktif,” ungkapnya.
Komentar