Jakarta, HarianBatakpos.com – Jaksa menghadirkan ahli forensik digital dalam sidang peninjauan kembali (PK) kasus Jessica Kumala Wongso terkait pembunuhan Wayan Mirna Salihin. Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (18/11/2024) diwarnai aksi walk out oleh Jessica dan tim kuasa hukumnya. Mereka menyatakan keberatan terhadap kehadiran ahli yang dihadirkan jaksa.
“Yang Mulia Hakim, karena kami keberatan, kami memutuskan untuk walk out,” kata kuasa hukum Jessica, Hidayat Bostam. Menurut Hidayat, sidang PK seharusnya menjadi panggung bagi pemohon, yakni Jessica Wongso, bukan kesempatan bagi jaksa untuk kembali menghadirkan ahli atau saksi.
Walk Out Tim Jessica Wongso
Jessica Wongso dan kuasa hukumnya meninggalkan ruang sidang usai menyampaikan keberatan. Hidayat menegaskan, jaksa tidak memiliki hak menghadirkan ahli dalam sidang PK karena proses ini ditujukan untuk memeriksa bukti baru (novum) yang diajukan oleh terpidana.
“Kami menyampaikan bahwa kami keberatan karena ini adalah panggungnya pemohon, yaitu Jessica Wongso. Seharusnya termohon hanya memberikan tanggapan, bukan menghadirkan ahli lagi,” ujar Hidayat usai persidangan.
Ia juga menyayangkan keputusan majelis hakim yang mengizinkan jaksa untuk menghadirkan ahli dalam sidang PK. Menurut Hidayat, langkah ini mengulang proses persidangan sebelumnya yang sudah selesai pada 2016.
Jaksa Hadirkan Ahli Bedah CCTV
Saksi ahli yang dihadirkan jaksa adalah Muhammad Nuh Al-Azhar, seorang ahli forensik digital. Nuh memaparkan bahwa bukti baru atau novum yang diajukan Jessica berupa rekaman CCTV sebenarnya sudah pernah ditampilkan dalam sidang kasus ‘kopi sianida’ pada 2016.
“Bukti baru itu berbentuk rekaman CCTV channel 9 di Kafe Olivier, yang disebutkan ayah Mirna dalam wawancara di stasiun TV swasta. Setelah dianalisis, rekaman itu ternyata sudah pernah ditampilkan di sidang sebelumnya,” jelas Nuh.
Nuh menambahkan bahwa rekaman tersebut telah dianalisis dengan pendekatan digital forensic, menggunakan algoritma untuk meningkatkan kualitas gambar. “Kami menggunakan teknik super-resolution untuk upscaling resolusi gambar, seperti yang digunakan oleh lembaga seperti FBI atau Interpol,” ujarnya.
Kualitas Rekaman CCTV
Ahli forensik tersebut juga menjelaskan teknis rekaman CCTV, termasuk kemampuan menangkap gambar dalam kondisi minim cahaya dengan teknologi infrared. “CCTV secara otomatis menyesuaikan kualitas gambar tergantung intensitas cahaya. Ketika minim cahaya, maka gambar berubah menjadi hitam putih, yang merupakan hal umum,” tambahnya.
Nuh menegaskan bahwa rekaman CCTV yang diajukan pihak Jessica tidak menunjukkan penurunan kualitas atau pengaburan warna. “Semua rekaman sudah ditingkatkan kualitasnya agar lebih jelas dalam sidang,” tuturnya.
Dalam sidang PK ini, jaksa menampilkan delapan channel CCTV yang sebelumnya digunakan sebagai barang bukti di sidang 2016. Namun, rekaman yang diajukan Jessica, menurut Nuh, tidak memiliki nilai novum karena sudah pernah menjadi bagian dari proses hukum sebelumnya.
Komentar