JAKARTA-BP: Peringatan Hari Konstitusi yang jatuh pada 18 Agustus 2018 diharapkan menjadi langkah evaluasi dari apa yang telah dan akan terjadi pada bangsa ini. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK) dalam acara Peringatan Hari Konstitusi bertema “Konstitusi Menjawab Tantangan Zaman” dan Sarasehan Nasional dalam rangka ‘Memperkuat Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR dalam Sistem Hukum Indonesia’ di Gedung MPR, Jakarta, Sabtu (18/8).
“Peringatan ini bukan hanya sebagai suatu peringatan, tapi sebagai evaluasi apa yang telah terjadi dan akan terjadi pada bangsa ini dan bagaimana menanggapi hal-hal tersebut,” ujar JK dalam pidatonya.
Dalam acara yang diselenggarakan oleh MPR RI tersebut, JK juga menyampaikan bahwa dalam memperingati hari konstitusi, pada dasarnya konstitusi melindungi warga, menciptakan keadilan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut berperan dalam perdamaian dunia.
Menurutnya, peringatan hari konstitusi juga bermakna bahwa Bapak Bangsa atau tokoh-tokoh para pendiri bangsa telah dengan sigap dan berani menyatakan kemerdekaan. Kemudian hal tersebut dilanjutkan dengan menyusun struktur kerangka dasar hukum bangsa dan tujuan berbangsa.
“Namun sebagai konstitusi yang hidup tentu mengalami banyak hal, perubahan-perubahan. Selama 73 tahun merdeka, kita telah mengalami empat kali konstitusi yang telah kita jalankan dan empat kali amandemen UUD. Jadi hal ini memberikan suatu pengertian bahwa konstitusi suatu yang dinamis dan hidup,” katanya.
Konstitusi, kata JK, dapat menyesuaikan kepada kemajuan-kemajuan dan perkembangan bangsa ini. Namun setelah berkali-kali ada perubahan, baru disadari bahwa UUD 1945 yang sudah diamandemen sebanyak empat kali merupakan suatu hal yang kuat untuk perkembangan bangsa ke depan.
Namun, setelah berkali-kali adanya perubahan itu, katanya, hal tersebut tetap membuka suatu dinamika apabila negeri ini membutuhkan suatu hal yang akan membuat baik bangsa kita. Sebab, negara-negata besar juga telah melakukan hal yang sama. Contohnya adalah Amerika yang meng-amandemen konsitusinya puluhan kali, begitupun India, hingga Thailand yang setiap lima tahun sekali merombak konstitusinya.
“Kita bersyukur bahwa kita tidak seperti itu. Tidak berubah. Kita menyesuaikan konstitusi ketika ada hal-hal penting untuk kemajuan bangsa ini. Ke depan, peranan ilmu pengetahuan sangat penting. Dinamika bangsa, kita lihat perkembangan, banyak negara-negara terpecah, kita alhamdulillah dapat bersatu,” katanya.
Ia mengatakan, konstitusi juga bukan hanya milik MPR semata tetapi juga seluruh bangsa ini. Sarasehan nasional yang dilaksanakan juga diharapkannya dapat membuat keputusan-keputusan MPR akan menjadi dasar yang kuat untuk bangsa ini.
“Kita tetap berpegang teguh terhadap prinsip dasar UU yang tercermin juga hal-hal pelaksanaannya sehingga tidak hanya konstitusi kita, tetapi kebijakan juga didasari sebuah konstitusi yang kuat dengan kemajuan kebangsaan kita,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam pidatonya juga menyampaikan peringatan Hari Konstitusi setiap 18 Agustus, telah digagas oleh MPR periode 2004-2009 yang akhirnya ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 18 Tahun 2008.
Menurutnya, peringatan Hari Konstitusi sangat penting karena konstitusi adalah sesuatu yang menjabarkan seluruh semangat kemerdekaan Indonesia dalam suatu tatanan pemerintahan negara Republik Indonesia, yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
“Dalam konteks kekinian, kita hidup di alam merdeka. Namun perlu disadari pemahaman dan pengimplementasian UUD 1945 yang kita yakini bersama sebagai warisan amanat para pendiri bangsa, belum sepenuhnya kita tunaikan. Ini tantangan zaman yang harus kita hadapi bersama,” terang Zulkifli.
Ia mengatakan, penting bagi seluruh pihak dan masyarakat untuk saling mengingatkan bahwa dalam setiap pengambilan kebijakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, harus diarahkan kembali pada konstitusi.
Oleh karena itu, katanya, konstitusi harus menjadi spirit bagi setiap anak bangsa dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita negara Indonesia merdeka. Konstitusi juga. Harus menjadi semangat pembebasan menjadi bangsa yang merdeka, tidak hanya bermakna merdeka dari kolonialisme, tetapi juga merdeka dari kemiskinan dan ketertinggalan.
“MPR sebagai lembaga demokrasi dan perwakilan yang menjalankan mandat rakyat berdasarkan konstitusi, senantuasa berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan amanat konstitusional sesuai kewenangannya sebagaimana yang termaktub dalam UUD 1945,” terangnya.
MPR juga dikatakannya menjalankan mandat konstitusional guna menjembatani berbagai aspirasi masyarakat dan daerah dengan mengedepankan etika politik kebangsaan yang bertumpu pada nilai-nikai permusyawaratan/perwakilan, kekeluargaan, toleransi, kebhinekaan, dan gotong royong.
Lebih jauh Zulkifli juga menegaskan bahwa tujuan berbangsa dan bernegara harus tetap, yakni merdeka, bersatu, dan berdaulat. Termasuk contohnya dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) baik itu Pemilihan Presiden (Pilpres) maupun Pemilihan Gubernur (Pilgub) sehingga tidak bolah menggunakan SARA dan adu domba.
“Berdaulat itu kedaulatan pangan, kedaulatan ekonomi, hukum, teritori, tetap tidak boleh diubah, apapun undang-undangnya. Berlaku adil, ratu adil tidak ada, yang ada itu hukum yang adil. Tetap sepanjang masa itu harus,” katanya.
Hal tersebut, katanya, konsistensinya harus dijamin oleh UUD 1945 mengingat UUD 1945 juga bersumber dari hukum. Terlebih, saat ini tantangan terbesar dalam konstitusi juga adalah pengaruh luar yang tak terbatas. Bagaimanapun, katanya, tumpah darah Indonesia harus dilindungi dan atas nama keterbukaan tidak bisa mengorbankan kepentingan. Contohnya, harga-harga bahan pokok yang mahal harus bisa dilindungi. Artinya, para petani tidak boleh kalah karena adanya negara seperti Amerika yang menerapkan praktik perdagangan dengan tinggi.
“Jadi harus diingatkan karena banyak UU yang inkonsisten. Konstitusi punya begini tapi UU-nya inkonsisten, bisa beda. Contohnya tata negara kita sepakat Demokrasi Pancasila, harus melahirkan kesetaraan, keadilan, harmoni, bukan saling menghujat, dan mencerca.
Dalam peringatan Hari Konstitusi juga dihadiri oleh para pimpinan lainnya seperti Wakil Ketua MPR Mahyudin, Hidayat Nur Wahid, E.E. Mangindaan, Oesman Sapta Odang dan Ahmad Basarah. Hadir pula Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, serta Sekretaris Jenderal PPP sekaligus Anggota DPR Fraksi PPP, Arsul Sani.
Sarasehan Nasional dalam rangka Peringatan Hari Konstitusi ini juga dihadiri oleh para tokoh yang memaparkan berbagai materi berkaitan dengan konstitusi seperti Maria Farida, Rambe Kamarul Zanab, dan Hamdan Zulva.
Sumber: Suara Pembaharuan (ES)
Komentar