Jakarta–BP: Presiden Joko Widodo memerintahkan audit mendalam terhadap pusat-pusat data pemerintah menyusul serangan siber ransomware yang mengguncang Indonesia pekan lalu. Serangan ini telah melumpuhkan layanan pemerintah, termasuk imigrasi dan operasional bandara.
Serangan siber tersebut merupakan yang terburuk dalam beberapa tahun terakhir, menyerang lebih dari 230 lembaga publik. Pemerintah menolak membayar tebusan $8 juta yang diminta oleh penyerang untuk memulihkan data yang terenkripsi.
Audit Mendalam:
Presiden memerintahkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit komprehensif. Audit ini akan mencakup aspek tata kelola dan keuangan pusat data negara.
Kerentanan Data:
Hinsa Siburian, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), mengungkapkan bahwa 98% data pemerintah di salah satu pusat data yang diserang tidak memiliki back-up. “Masalah utama adalah tata kelola,” ujarnya.
Kritik DPR:
Beberapa anggota DPR mengkritik kurangnya back-up data. Meutya Hafid, ketua komisi yang mengawasi insiden tersebut, menyebut ini sebagai “kebodohan,” bukan sekadar masalah tata kelola.
Reaksi Publik:
Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menghadapi kritik tajam di media sosial. Kelompok advokasi digital SAFEnet bahkan memulai petisi yang menyerukan pengunduran dirinya.
Serangan siber ini menggunakan perangkat lunak berbahaya Lockbit 3.0, dengan para penyerang mencari uang melalui enkripsi data dan meminta tebusan untuk memulihkannya. Pemerintah berharap layanan dapat pulih sepenuhnya pada bulan Agustus.
Komentar