HarianBatakpos.com – Polisi telah merampungkan penyidikan kasus dugaan malpraktik oknum bidan di Prabumulih, Sumatera Selatan, Zaenab alias ZN (51). Dengan mengenakan baju tahanan, Zainab diserahkan polisi ke Kejaksaan untuk proses hukum selanjutnya.
Kabar tentang tahap dua hingga Zainab dilimpahkan dengan menggunakan baju tahanan tersebut dibenarkan Kapolres Prabumulih AKBP Endro Ariwibowo. “Iya benar, hari ini yang bersangkutan dilimpahkan ke Kejaksaan, karena berkas sudah tahap dua,” katanya dikonfirmasi detikSumbagsel, Rabu (5/6/2024).
Hal ini terjadi setelah penyidik gabungan dari Satreskrim Polres Prabumulih dan Ditreskrimsus Polda Sumsel merampungkan penyidikan di kasus tersebut dan melengkapi berkas tahap 1 yang sudah diserahkan ke Kejari Prabumulih pada 20 Mei lalu. “Pasca ditetapkan tersangka dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh penyidik gabungan dari Satreskrim dan Ditreskrimsus Polda, dan Alhamdulillah kemarin berkas dinyatakan P21 atau lengkap oleh Bapak Kajari Prabumulih,” katanya.
Dengan demikian, pada hari ini, polisi dari Polres Prabumulih dengan didampingi Ditreskrimsus Polda Sumsel menyerahkan tanggung jawab untuk tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Prabumulih. Pelimpahan dilakukan setelah polisi merampungkan berkas perkara Zainab, yang diketahui sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 15 Mei 2024 lalu. “Dilimpahkan masih dengan pasal yang sama yaitu Pasal 441 ayat 2 dan 439,” jelasnya.
Sebelumnya, terungkap bahwa izin praktik oknum bidan di Prabumulih, Zaenab alias ZN (51) sudah mati dan tak diperpanjang sejak 2010. Hal ini terungkap usai barang bukti surat izin tersebut disita kepolisian. Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Sunarto mengatakan penyidik telah menyita barang bukti berupa surat izin praktik Zaenab yang sudah mati tersebut. “Barang bukti surat izin praktek bidan (SIPB) atas nama ZN yang telah mati sejak tanggal 26 Juli 2010, sudah diamankan,” katanya, Selasa (21/5/2024).
Selain itu, ada juga surat tanda register bidan atas nama yang bersangkutan yang telah mati sejak tanggal 28 Januari 2017 berikut ijazah pendidikan D1, D3, D4 dan S2 juga atas namanya, turut diamankan. “Lalu, Skep (surat keputusan) Wako Prabumulih tentang pengangkatan jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Prabumulih di mana ZN dinyatakan tidak bekerja pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah Kota Prabumulih sebagai tenaga kesehatan,” katanya.
Malpraktik Zaenab sebenarnya sudah lama terendus Pemkot Prabumulih, yang pada 18 Maret 2021 mengeluarkan surat tegur agar Zaenab menghentikan praktik bidannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat teguran atau peringatan dari Dinas Kesehatan Prabumulih. “Surat peringatan aktivitas praktik bidan dari Dinas Kesehatan Kota Prabumulih tanggal 18 Maret 2021, juga diamankan berikut obat-obatan dan alat kesehatan, pakaian tenaga medis dokter, buku berobat pasien, plang atau papan praktek bidan dan empat tidur untuk pasien,” katanya.
Dengan sejumlah barang bukti tersebut, polisi akhirnya berkeyakinan untuk menetapkan Zaenab sebagai tersangka. Zaenab juga mengakui selama 14 tahun melakukan praktik bidan ilegal tanpa izin dari Pemkot dan sempat ditegur Dinkes tapi tetap ngeyel. “ZN sendiri telah mengakui perbuatannya yang telah membuka praktik bidan mandiri tanpa izin, serta tidak memiliki surat tanda register (STR) dan surat izin praktek bidan (SIPB). Dia juga mengakui adanya teguran dari dinas kesehatan kota Prabumulih terkait aktivitas praktik bidan namun tidak diindahkan dan tetap membuka praktik,” jelasnya.
Belum diketahui pasti motif Zaenab melakukan malpraktik selama belasan tahun tersebut. Namun, sementara ini, polisi memastikan Zaenab melakukan praktik tersebut hanya untuk keuntungan pribadi mendapat uang pembayaran berobat dari masyarakat. “Kalau untuk motifnya kita belum sampai ke situ, yang jelas sebagai pembuktian pasal dianggap tersangka sudah mengakui perbuatannya. Arahnya baru ke keuntungan pribadi. Kalau soal itu (terinspirasi ingin menjadi sosok dokter atau hanya butuh pengakuan dari masyarakat) belum ada keterangannya,” jelasnya.
Zaenab pun terancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta atas perbuatannya melanggar Pasal 441 ayat 1 dan 2, Pasal 312 b, Pasal 439 UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Komentar