Medan, Harianbatakpos.com – Kasus wartawan di Kota Medan bernama Deddy diintimidasi oleh sekelompok pemuda atau preman saat melakukan peliputan di Pengadilan Negeri (PN) Medan terus berlanjut.
Seorang pengamat komunikasi di Sumatera Utara, Prasetyo S.Ikom M.Ikom menegaskan agar Polri mengungkap kasus ini dengan cepat dan tepat.
“Polri harus dengan cepat memproses kasus ini. Karena sangat berbahaya jika seorang wartawan di intimidasi, kasus harus terus bergulir agar ada efek jera bagi pelaku,” katanya, Kamis (27/2/2025) siang.
Sebagai wartawan menjalankan tugas khususnya dalam mengkritik kebijakan atau hal lain dari pemerintah, tokoh maupun seseorang wartawan akan banyak yang tidak menyukainya. Bahkan cenderung mendapati tekanan, hingga kekerasan.
“Sebagai wartawan tentu kita bersiap-siap dengan hal-hal semacam ini. Selama memegang teguh kebenaran, kode etik hal yang perlu dilakukan saat mendapat ancaman, atau kekerasan adalah melaporkannya dengan polisi. Sebagai aparat penegak hukum, polisi harus cepat membantu wartawan yang mendapati ancaman atau kekerasan,” tambahnya.
Bahkan, wartawan lain juga harus memberi dukungan kepada wartawan korban ancaman atau kekerasan dengan menggiring polisi untuk menuntaskan kasusnya.
“Jika kita tidak peduli dengan nasib rekan seprofesi, maka kekerasan serupa bisa jadi kita alami juga. Pelakunya harus ditangkap,” terangnya.
Sebagaimana diketahui, Deddy Irawan, 23 tahun melaporkan kasus intimidasi itu ke Polrestabes Medan, Rabu (26/2/2025) malam.
Laporan wartawan mistar.id tersebut tertuang dalam Nomor : LP/B/642/II/2025/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMATERA UTARA.
Tindakan intimidasi yang dialaminya bermula saat meliput sidang kasus penipuan dengan terdakwa Desiska br Sihite di Ruang Sidang Cakra 4 PN Medan, Selasa (25/2/2025).
Saat sidang berjalan dia mengambil foto di dalam ruang sidang. Lalu ada beberapa pria yang diduga preman memanggil saya, tapi tidak saya hiraukan,” ucapnya.
Karena tak dihiraukan, Deddy dipanggil oleh Panitera Pengganti (PP) Sumardi di luar ruang sidang.
Di luar ruang sidang itu terjadi intimidasinya.
Dia dipaksa menghapus foto yang diambil di dalam ruang sidang. Bahkan hp saya dirampas pria diduga preman itu dan menghapus foto yang mereka inginkan dengan alasan tidak ada izin saat mengambil foto.
Tak hanya pria diduga preman saja, perintah menghapus foto tersebut juga datang dari PP PN Medan bernama Sumardi dan memegang tangannya.
Diketahui, dalam proses pengambilan foto persidangan majelis hakim yang diketuai Lucas Sahabat Duha tidak ada melarang awak media untuk mengambil foto.(BP7).
Komentar