Internasional
Beranda » Berita » Kebiasaan Flexing Keluarga Pejabat Nepal Picu Kemarahan Gen Z

Kebiasaan Flexing Keluarga Pejabat Nepal Picu Kemarahan Gen Z

Suasana demo membara di Nepal. (foto.ist)

Kathmandu, harianbatakpos.com – Para aktivis dan pakar mengatakan bahwa salah satu pemicu utama protes yang berujung pada kerusuhan di Nepal adalah persepsi yang berkembang bahwa keluarga elite penguasa hidup relatif mewah di negara yang miskin, sehingga memperlihatkan ketimpangan yang mendalam.

Di media sosial Nepal, istilah ‘anak-anak nepo’ (plesetan dari nepotisme), menjadi viral beberapa minggu menjelang protes Hari Senin. Istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk pada anak-anak pejabat tinggi pemerintah dan menteri.

Para pejabat pemerintah dan politisi Nepal telah lama menghadapi tuduhan korupsi yang merajalela, ketidakjelasan tentang bagaimana uang publik dibelanjakan, dan apakah sebagian dari uang tersebut digunakan untuk mendanai gaya hidup mewah yang tampaknya dinikmati keluarga mereka, meskipun gaji resmi mereka sederhana.

Penghuni Rumah Kejepit Jalan Tol Akhirnya Pergi dengan Penyesalan

Beberapa video di platform media sosial seperti TikTok dan Instagram menunjukkan kerabat pejabat pemerintah dan menteri bepergian dengan atau berpose di samping mobil-mobil mahal dan mengenakan merek-merek desainer.

“Kemarahan atas ‘anak-anak nepo’ di Nepal mencerminkan frustrasi publik yang mendalam,” kata Yog Raj Lamichhane, asisten profesor di Sekolah Bisnis Universitas Pokhara Nepal.

Yang mengejutkan masyarakat Nepal adalah bagaimana para pemimpin politik (orangtua dari anak-anak nepo), yang dulu hidup sederhana sebagai pekerja partai, kini memamerkan gaya hidup mewah layaknya tokoh mapan.

“Itulah sebabnya para pengunjuk rasa menuntut pembentukan komisi investigasi khusus untuk menyelidiki secara menyeluruh sumber kekayaan (para politisi) mereka, menyoroti kekhawatiran yang lebih luas tentang korupsi dan kesenjangan ekonomi di negara ini,” ujar Lamichhane kepada Al Jazeera.

Dukungan Prancis terhadap Negara Palestina Jadi Peluang Diplomasi Indonesia

“Nepal secara tradisional merupakan masyarakat yang sangat feodal, dengan sistem monarki yang masih berlaku hingga kurang dari dua dekade lalu,” ungkap Dipesh Karki, asisten profesor di Sekolah Manajemen Universitas Kathmandu.

“Sepanjang sejarah negara ini, mereka yang berkuasa telah memegang kendali atas sumber daya dan kekayaan bangsa, yang mengakibatkan apa yang bisa disebut sebagai perebutan kekuasaan oleh elit,” ujar Karki kepada Al Jazeera.

Awal pekan ini, sebuah video di TikTok menampilkan gambar Sayuj Parajuli, putra mantan Ketua Mahkamah Agung Nepal Gopal Parajuli, berpose di samping mobil dan di restoran mewah. “Terbuka memamerkan mobil dan jam tangan mewah di media sosial. Bukan kah kita sudah bosan dengan mereka?” tulis keterangan video tersebut.

Video lain menampilkan gambar serupa dari Saugat Thapa, putra Bindu Kumar Thapa, menteri hukum dan urusan parlemen di pemerintahan Oli. Karki mengatakan kekayaan dan bisnis perkotaan, serta kesempatan pendidikan, sebagian besar terkonsentrasi di kalangan keluarga elit, terutama mereka yang memiliki koneksi politik.

Pendapatan tahunan per kapita Nepal, yang sekitar USD1.400, merupakan yang terendah di Asia Selatan. Tingkat kemiskinannya secara konsisten berada di atas 20 persen dalam beberapa tahun terakhir.

Pengangguran di kalangan pemuda di negara ini telah menjadi tantangan besar, sementara persentase pemuda Nepal yang menganggur dan tidak melanjutkan pendidikan mencapai 32,6 persen pada tahun 2024, dibandingkan dengan 23,5 persen di negara tetangga India, menurut data Bank Dunia. (RED)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *