Kebijakan Dagang Trump Membuka Mata RI

Jakarta-BP: Indonesia berencana menahan laju impor guna memperbaiki kinerja neraca perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, defisit neraca perdagangan RI hingga Juli telah mencapai US$ 3,02 miliar (Rp 44 triliun) secara tahun berjalan (year-to-date/YTD).

Adapun sepanjang Semester I-2018, Indonesia menderita defisit neraca perdagangan sebesar US$ 1,05 miliar atau hanya lebih baik dari Filipina yang mencatat defisit US$ 19,11 miliar.

Negara lain seperti Singapura, Malaysia, Vietnam dan Thailand masing-masing mencetak surplus perdagangan. Melihat data tersebut, tidak heran pemerintah Indonesia berupaya untuk menahan derasnya impor.

Pada 14 Agustus 2018, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas dengan para menteri yang salah satunya membahas permasalahan impor ini. Hasil rapat, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap bahwa Indonesia akan menahan laju impor 500 jenis barang agar jurang current account deficit (CAD) tidak semakin melebar. Melebarnya CAD ini juga menjadi biang kerok melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Kami akan identifikasi. Presiden memberikan instruksi tegas bahwa kami semua di kabinet melakukan langkah untuk mengamankan current account deficit, maka kalau dilihat dari komponen, ada langkah yang bisa dilakukan," kata Sri Mulyani usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Selasa (14/8/2018).

Kemarin, Senin (20/8/2018), Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan RI akan membatasi impor dan mengutamakan produk dalam negeri. Dia membantah jika kebijakan ini nantinya berpotensi membuat Indonesia kena sanksi World Trade Organization (WTO).

"Tidak ada pembatasan atau pelarangan impor. Impor tetap berjalan, hanya ada kebijakan tertentu yang sedang dibahas untuk lebih mengutamakan produk di dalam negeri," jelas Oke.

Kebijakan dimaksud adalah pengenaan PPh impor atau bea masuk terhadap barang-barang impor. Sehingga, barang impor itu akan dikenakan tarif lebih mahal jika masuk ke Indonesia.

Apabila kita lihat, sebetulnya yang akan dilakukan Indonesia ini sangat mirip dengan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang memicu perang dagang global. Pertama kali, Presiden Trump memulai aksinya memperketat impor dengan menaikkan tarif impor baja 20% dan aluminium 10%.

Alasan Trump mengenakan itu pun demi pengembangan industri baja di dalam negeri, alasan yang juga digunakan oleh Indonesia.

Trump kemudian melebarkan aksinya. Dia mengevaluasi hubungan dagang dengan negara lain, utamanya ke negara yang menikmati surplus dagang dengan AS. Salah satu yang diincar adalah China, di mana Trump mengenakan triuliunan rupiah tarif terhadap barang-barang impor asal Negeri Tirai Bambu itu.

Tujuan Trump jelas, ingin mengurangi defisit perdagangan. Dan kini, Indonesia sebentar lagi juga resmi mencontoh Trump dalam menangani hubungan dagang dengan negara lain: memperketat impor!. (CNBC/JP)

Penulis:

Baca Juga