HarianBatakpos,com, JAKARTA – BP: Ekonomi seringkali menjadi hambatan utama bagi seseorang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Namun, bagi MN (22), anak seorang guru honorer, tantangan tersebut justru menjadi motivasi untuk bekerja sambil kuliah, meskipun harus mengorbankan banyak hal, termasuk waktu bersama teman-teman.
Latar Belakang dan Kondisi Ekonomi
MN, mahasiswa semester akhir di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta, merasakan beratnya membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) karena latar belakang ayahnya yang hanya seorang guru honorer. Ayahnya yang berusia 50-an tahun adalah satu-satunya pencari nafkah, dengan tanggungan seorang nenek, ibu rumah tangga, dan adik yang masih SMA.
“UKT awalnya Rp 2,7 juta, sekarang di semester akhir turun jadi Rp 2,3 juta. Tapi tetap saja berat,” kata MN, seperti dilansir dari Lambeturah.co.id.
Bekerja Sambil Kuliah
Untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya kuliah, MN memilih bekerja sejak datang ke Yogyakarta. Ia merasa perlu mencari penghasilan tambahan untuk bertahan hidup di kota perantauan.
“Awalnya saya jadi marbot dan tinggal di masjid dekat Tugu Yogyakarta karena biaya kos terlalu mahal. Saya juga bekerja sebagai pemandu wisata untuk mendapatkan penghasilan,” ungkap MN.
Selain itu, MN juga bekerja sebagai admin di sebuah lembaga di Gunung Kidul sejak semester 4. Ia memilih tinggal di lembaga tersebut hingga semester 6 untuk menghemat biaya.
Pindah ke Kos dan Pekerjaan Tambahan
Di semester akhir, MN akhirnya memutuskan untuk pindah ke kos di Jogja karena tuntutan tugas akhir yang mengharuskannya lebih dekat dengan kampus. Meskipun begitu, MN tetap mengambil pekerjaan tambahan di Bogor saat libur semester, bekerja di toko retail frozen food.
“Pendapatan dari pekerjaan-pekerjaan ini cukup untuk membayar UKT, tapi biaya hidup masih terasa berat,” ujarnya.
Usaha Mendapatkan Bantuan Keuangan
MN pernah mengajukan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) ketika menjadi mahasiswa baru, namun ditolak karena masalah NIK. Ia juga pernah mengajukan banding untuk keringanan UKT selama pandemi COVID-19, yang hanya disetujui untuk satu semester.
Dukungan dan Realita
MN juga pernah berbicara dengan dosennya mengenai kendala biaya, namun tidak mendapatkan solusi yang memadai. Meskipun sering merasa ingin berhenti kuliah, dukungan dari orang tua dan realita yang dihadapi membuatnya tetap bertahan.
“Kadang berpikir, kalau berhenti kuliah dan bekerja bisa membuka usaha. Tapi dukungan orang tua dan realita membuat saya tetap melanjutkan studi,” tuturnya.
Dampak Kuliah Sambil Kerja
Kuliah sambil kerja tentu memberikan dampak signifikan pada nilai akademis dan kehidupan sosial MN. Ia mengaku nilai-nilainya menurun karena harus membagi waktu antara bekerja dan belajar. Selain itu, ia juga jarang bergaul dengan teman-teman karena kesibukannya.
Kisah MN menggambarkan perjuangan seorang anak guru honorer yang memilih untuk tidak menyerah pada keadaan. Dengan semangat dan tekad yang kuat, ia berhasil menjalani kuliah sambil bekerja, meskipun harus menghadapi banyak tantangan. Aksi MN ini menjadi inspirasi bagi banyak orang, menunjukkan bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang untuk meraih pendidikan dan cita-cita.
Komentar