Medan, HarianBatakpos.com – Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menahan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyelewengan dan penggelembungan dana program penanggulangan pandemi COVID-19. Kasus ini terkait pengadaan alat pelindung diri (APD) di Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Dinkes Sumut) pada tahun anggaran 2020.
Kedua tersangka yang ditahan adalah dr. Aris Yudhariansyah alias AY selaku mantan Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan Ferdinand Hamzah Siregar alias FHS. Menurut Koordinator Kejati Sumut, Yos A Tarigan, penahanan dilakukan setelah keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu di Medan. Alasan penahanan adalah kekhawatiran tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
“Sehingga berdasarkan Pasal 21 Ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, terhadap tersangka dapat dilakukan penahanan,” sebut Yos Tarigan. Kedua tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung mulai hari ini hingga 2 September 2024, di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Medan.
Dalam kasus korupsi ini, tersangka AY bertindak sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), sementara tersangka FHS bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada pengadaan APD yang didanai oleh Belanja Tidak Terduga (BTT) Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2020. Berdasarkan audit forensik, kerugian negara akibat tindakan mereka mencapai Rp24 miliar.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Kejati Sumut telah menetapkan mantan Kadis Kesehatan Alwi Mujahit Hasibuan dan Robby Messa Nura selaku rekanan sebagai tersangka. Keduanya kini berstatus terdakwa dan sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumut menuntut hukuman penjara 20 tahun untuk kedua terdakwa. (BP/NS)
Komentar