HarianBatakpos.com – Ketika malam datang Halimah mencoba menutup kelopak matanya. Meskipun ia tak ingin bermimpi buruk lagi tentang kekasihnya yang mati disambar kereta api. Semenjak kematian kekasihnya Halimah seolah takut untuk bermimpi. Bahkan boneka panda pemberian kekasihnya tak pernah ia dekap lagi. Boneka bisa saja dimasuki oleh roh jahat orang yang sudah mati. Ketakutannya mengawang sehingga malam berlangsung mengerikan seperti biasa. Tapi tidak kali ini, Halimah ingin cepat-cepat tidur. Ia tak takut terhadap mimpi buruk. Penyebabnya sudah tiga malam di saat masih membuka mata Halimah diteror oleh penampakan makhluk cebol berkepala gundul. Lebih spesifik orang-orang menyebutnya Tuyul.
Kasak-kusuk yang melintas uang tetangga pada kabur. Beberapa puluh ribu mendadak lenyap begitu saja. Ini kerjakan Tuyul! Di pagi buta seorang tetangga sudah mengumpat. Halimah mendengarnya jauh di dalam rumahnya. Berbaring di atas ranjangnya sembari telinganya menegang oleh suara ribut ocehan tetangga yang terdengar sayup-sayup digiring udara. Padahal ia tak ingin percaya, namun kenyataannya tidak demikian. Berawal dari bunyi cekikikan bocah yang ia dengar di tengah malam. Berasal dari luar pintu kamarnya saat Halimah belum tidur. Itu adalah waktu dimana ia sedang mengantarkan ratusan doa bagi arwah kekasihnya dan wiritan. Sebelum pergi mengambil air wudhu di kamar mandi untuk tahajud.
Bunyi cekikikan semakin jelas, seakan tengah menembus pintu. Halimah menghentikan komat-kamitnya, ia bergegas mencari sumbernya. Lalu nampak dari bola matanya muncul sosok kerdil menakjubkan. Ia berkepala plontos, bertelanjang dada, berkulit pasi serta bagian bawahnya hanya ditutupi sempak putih kusam untuk menutupi kemaluannya. “Menjauhlah sekarang aku miskin,” ucap Halimah setengah bergidik. Akan tetapi sosok kerdil itu tak menghiraukannya. Ia justru berupaya mendekati Halimah. Ketakutan membuat Halimah berteriak, telapak tangannya mengibas-ngibas memberikan tanda agar makhluk itu menjauh. Teriakannya semakin kencang bercampur dengan ayat kursi yang dulu sering ia lantunkan di Madrasah. Berharap bahwa sosok kerdil menyeramkan segera menghilang. Pada mulanya usaha Halimah berhasil, tapi tidak di malam kedua, sampai di malam ke tiga.
Sosok kerdil tidak menghilang, sekuat apapun Halimah berteriak maupun mengucapkan ayat kursi sehingga membuat kerongkongannya kering. Sekonyong-konyong ia menjadi bisu sekejap. Dalam kondisi setengah pasrah Halimah menggigit ujung lidahnya sendiri. Memastikan jika ia tidak sedang bermimpi. Rasa perih membuatnya percaya dan sosok kerdil sudah nangkring di atas tubuhnya. Halimah tak sadar sejak kapan ia terbaring dan makhluk itu berada amat dekat dengannya. Sangat dekat sampai-sampai Halimah bisa mencium bau minyak telon menyeruak dari tubuhnya. Bukan bau anyir ataupun amis darah seperti yang dicelometkan orang-orang. Kemudian terdapat dorongan gaib bagi Halimah untuh menyentuhnya.
Samar-samar Halimah bisa merasakan kulit makhluk kerdil itu. Tidak begitu transparan, namun hangat bagai bokong bayi. Kehangatan tipis tersebut membuat Halimah terlena. Sementara tanpa diketahui benik-benik yang mengikat piyamanya telah dilucuti, lalu sepasang payudara gembul muncul dari sana. Puting coklatnya merupakan kharisma. Makhluk kerdil berusaha menyedotnya, berhasrat melakukan kesenangan yang tak masuk akal. Sedangkan Halimah malah terdiam, tiba-tiba ia diselimuti sebuah kerinduan yang sesat. Dan suatu desiran panas mengalir dari dalam tubuhnya menciptakan darah kental berwarna putih. Mengucur melalui puting berkharisma tadi. Si makhluk kerdil dengan cekatan melumatnya.
“Kamu mirip anakku, yang dulu.”
Lamunan Halimah terhenti oleh sebuah hentakan karena si makhluk kerdil meneguknya dengan keras. Setiap kali si makhluk kerdil meneguk, semakin pula Halimah melayang. Setelahnya ia mulai berani mengusap-usap kepala plontos makhluk kerdil itu. Dalam keadaaan amat khusyuk Halimah teringat ketika ia pontang-panting di dalam ruangan bercahaya melawan cesar yang menakutkan. Rahimnya dipaksa mengeluarkan bayi, yang ia buat diam-diam bersama kekasihnya di malam tahun baru. Bayi malang yang cuma sepersekian menit mampir ke dunia. Tidak sepadan dengan cara ia dikeluarkan, sebab sesampainya keluar si bayi kehabisan oksigen. Kulitnya kusut tapi tubuhnya utuh dengan kaki serta tangannya telah tampak menjalar. Bokongnya konyor oleh buntalan gajih yang pipih. Rambut tipisnya legam, kepalanya bulat dilapisi polesan garis wajah bening jelita. Hidung, mata, telinga maupun bibir semuanya paket lengkap. Kekurangannya cuma nyawa serta nama. Kini ia sedang tidur pulas, keberadaannya tak pernah diinginkan. Terlebih lagi oleh Sumijan Bapaknya Halimah. Ia membenci bayi malang itu, sebagaimana ia membenci kekasih putri semata wayangnya.
Padahal kisah cinta mereka berdua mirip cerita-cerita dongeng di FTV. Halimah pertamakali melihat kekasihnya di Pekan Raya, ia sedang sibuk menghitung untung dari jualannya. Sisa kemarau menciptakan lembab sehingga banyak orang diguyur keringat. Tak pelak bagi Halimah, saat itu ia merasakan dahaga. Lalu ia melangkah menuju kios minuman, seorang pria muda berwajah menawan dan ramah menawarkan menu. Halimah memilihnya dengan teliti, yang sesuai keinginannya. Terlihat bagaimana cara kerja setan mempermainkan perasaaan manusia. Saat itu, saat Halimah memilih daftar menu secara hati-hati. Siapa sangka cinta pertamanya telah ditentukan.
Sesungguhnya di malam Minggu Halimah jarang keluyuran. Ia dihasut kawan-kawanya pergi ke Pekan Raya sebagai tambahan anggota. Di sana pemuda-pemudi asik berburu hiburan sekaligus pacar. Kios-kios penerang berjajar ketika kawan-kawanya tengah berhamburan. Halimah ditinggalkan sendirian. Oleh karena peluh serta dahaga ia nyangkut di kios minuman. Bersama seorang pria yang kelak ia selalu rindukan. Pria tersebut terampil meracik es kelapa, seperti ia terampil meracik kata-kata. Obrolan manis merubah batas antara penjual dan pembeli menjadi sepasang kekasih. Melalui basa-basi perkenalan singkat serta sedikit tipu daya. Pria itu berhasil mendapatkan hati Halimah, namanya Yudi.
Tetapi tidak seutuhnya karena Sumijan terang-terangan menentang hubungan mereka. Alasannya ialah beberapa bulan lalu Yudi pernah bertemu dengan Sumijan, jauh sebelum ia bertemu Halimah. Lewat pertengkaran serta perdebatan. Sumijan ketua Satpol PP yang gemar mengganyang pedagang-pedagang liar lewat upeti yang digosoknya secara sembunyi-sembunyi. Ia tak pernah segan terhadap pedagang yang ngeyel menggelar lapak mereka di trotoar. Salah satu diantaranya Yudi. Saat ia masih belum punya kios dan numpang lapak pamannya.
Di suatu siang terjadi perseteruan menegangkan antara Satpol PP dan para pedagang liar. Menjadi yang paling muda Yudi berada di garda depan. Secara mati-matian ia menghalau petugas yang berupaya membongkar dagangan mereka, lebih tepatnya sumber kehidupan mereka. Lalu puncak dari perseteruan itu adalah perkelahian. Dengan dikuasai amarah serta ketakutan Yudi meninju beberapa petugas. Dibutakan oleh emosi Yudi lupa wajah-wajah petugas yang ditinjunya, namun tidak bagi sang ketua Satpol PP. Ia mendapatkan yang paling kejam di pelipisnya. Setelah beberapa bulan bergelut melawan dendam, rasa sakit yang ditahan Sumijan berangsur pulih. Tapi kambuh lagi ketika putri kesayangannya berani membawa seorang pria ke rumahnya. Lalu mengenalkan pria itu sebagai kekasihnya.
Hal paling menyakitkan lainnya yaitu Sumijan memiliki janji laknat bersama kawan seperjuangannya dulu. Bahwa kelak putra putri mereka dapat disatukan melalui cincin pernikahan. Putra dari kawannya itu bernama Cipto. Ia punya pekerjaan lebih mentereng dari Yudi, mandor di suatu pabrik plastik. Pekerjaan mentereng itu ditunjang juga oleh kemapanan Bapaknya yang seorang kades. Ketika petang menjelang Sumijan kerap bengong di kursi teras dengan ditemani rokok kretek serta secangkir kopi hitam. Sambil nyethe (kegiatan menggambar batang rokok menggunakan ampas kopi) ia selalu membayangkan bagaimana meriahnya pesta pernikahan putrinya bakal digelar. Bagaimana pula saudara-saudaranya yang lain atau para tetangganya akan iri, sebab ia mampu menikahkan putrinya dengan menyewa gedung berlian. Bukan menyewa terop murahan sembari memblokir jalanan kampung.
Tak ingin impiannya menjadi sebatas angan-angan oleh karenanya Sumijan cocok terhadap anak kawannya itu. Apalagi ditambah ambisinya berjalan mengendap-endap untuk menjadi bagian dari keluarga pejabat desa. Di mana ia bisa mondar-mandir naik mobil kijang ditemani seorang sopir yang sigap. Kemudian pada waktunya dari kejauhan tetangganya dibuat mlongo oleh dandanannya yang parlente. Sekaligus menyakinkan mereka jika ia memang seorang pria konglomerat dengan dibaluti emas. Seperti yang biasa ia ceritakan di sudut-sudut pos ronda. Mangkanya Sumijan selalu membebaskan Cipto mengunjungi Halimah. Namun sayangnya Halimah tak sekalipun pernah meliriknya, bahkan jauh sebelum ia mengenal Yudi. Apalagi sekarang ketika hatinya telah dipenuhi oleh pria itu. Cipto tak lagi memiliki celah maupun kesempatan untuk mendekati Halimah, terutama memilikinya.
Situasi ini membuat Sumijan berang. Ia benar-benar ingin memisahkan Yudi dari Halimah. Kemudian suatu pikiran gelap menguasainya, Sumijan menyewa lima begundal kelas teri untuk mengerjai kekasih putrinya. Lalu di suatu Maghrib, seusai Yudi merapikan kios dan niat berangkat ke surau ia dicegat. Tepat di pinggir perlintasan kereta api Yudi digebuki. Beberapa organnya pecah terkena pukulan yang bengkak. Tanpa ampun Yudi dihajar, ia terkapar mirip anjing yang hina. Setelah pergulatan itu selesai Yudi berupaya membangkitkan tubuhnya. Jotosan maupun tendangan hebat membuatnya linglung. Yudi ingin berteriak minta tolong tapi suaranya tertahan oleh darah, ia muntah. Dalam kondisi setengah sadar tiba-tiba Yudi melihat lampu kelap-kelip sedang mendekat. Ia pikir itu warga setempat yang membawa senter. Menggunakan langkah berat Yudi menghampirinya. Namun semakin dekat ia melangkah, justru semakin terdengar suara gemuruh yang amat dahsyat. Yudi tercengang, ia tak punya apa-apa untuk mengelak. Bahkan senyum manis Halimah yang sempat terlintas di pikirannya. Tubuhnya terhempas, Dewa kematian dengan murah hati mencabutnya. Yudi pergi meninggalkan kekasih, yang tengah mengandung anaknya.
Kematian Yudi yang tergesa-gesa menciptakan kertas buram dalam hidup Halimah. Ia jadi tak terarah, ngengkleng. Seolah-olah setengah jiwanya hilang. Semangat hidup Halimah hanya bayi dikandungannya, satu-satunya peninggalan kekasihnya selain kenangan. Namun tak berselang lama semangat hidup itu padam lagi ketika bayinya mati. Dengan kondisi acak kadut seorang lelaki lain datang meminangnya. Membawa setangkai mawar beserta harapan. Ia pria yang mengincarnya dari dulu.
Sesuai angan-angan Sumijan, pesta pernikahan megah putri semata wayangnya akhirnya digelar. Di sebuah gedung impian bercat putih. Dekorasi di ruangan itu sungguh menakjubkan oleh kursi serta meja beraksen perak. Lampu-lampu hias berbentuk kristal menggantung. Ratusan bunga mawar segar berbaris rapi mengelilingi ruangan. Kemudian di langit-langitnya terpasang tirai satin yang luwes menari bersama angin. Hidangan-hidangan premium juga tertata di atas meja mengeluarkan aroma menggiurkan. Dengan ditempeli kekuatan luar biasa Sumijan menyalami satu persatu tamu undangan yang hadir. Ia duduk mendampingi putrinya. Senyum malaikat menghiasi wajah kerutannya. Apa yang Sumijan lihat sama persis dengan bayangannya saat ia duduk melamun di kursi kayu teras rumah sendirian. Ia yang nampak berwibawa mengenakan atribut mewah terlihat menyilaukan di mata para tamu undangan. Beberapa cincin batu akik pilihan melingkar di jemarinya. Yang sengaja ia tunjukkan ketika menyalami tamu. Sebagai salah sekian simbol masa-masa keberhasilan. Sama halnya dengan besan nya yang sepadan, ia juga mengenakan atribut sangat mewah. Duduk mendampingi pengantin pria yang wajahnya sedang sumringah.
Namun berbanding terbalik dengan si pengantin wanita, Halimah. Tak ada satu senyum pun muncul dari wajahnya. Tatapannya kosong, ia cuma duduk terdiam mirip boneka golek yang dipajang. Sesekali Halimah hanya mendengarkan suara-suara gamelan tengah diumbar. Serta suara biduan yang berlenggak-lenggok gemulai menyanyikan lagu-lagu picisan. Halimah tak mengenal wajah-wajah mereka. Tak satu pun: Para tamu undangan, keluarga pengantin pria, si pengantin pria hingga Bapaknya sendiri Sumijan yang kelihatan jelas sedang asik mempertontonkan kejayaannya dibanding memahami perasaannya. Semua orang yang datang di pesta pernikahan itu tak peduli terhadap perasaan Halimah. Demikian pula Halimah, ia juga tak peduli. Sebab dalam sukacita, dalam pesta pernikahan megah yang dipamerkan itu tak ada seorang pun yang menyadari bahwa sepasang cinta telah ditumbalkan.
Kini Halimah mendekap makhluk kerdil itu erat-erat. Ingatannya tergulung diantara cahaya lampu kamar. Terdapat perasaan menyenangkan saat mendekap makhluk kerdil itu. Juga kekuatan yang meluap sehingga air susunya tak berhenti mengalir. Halimah tak menyangka akan mencintainya. Ia tak mau lagi mengusir makhluk kerdil itu, seharusnya berada di sisinya selamanya. Tidak seperti kekasihnya yang meninggalkannya begitu saja. Halimah takut dikhianati lagi. Maka ketika si makhluk kerdil menggeliat berupaya melepaskan diri dari tubuhnya. Halimah mendekapnya semakin kuat, memberinya susu yang melimpah. Supaya makluk kerdil tak pergi kemana-mana. Sampai si makhluk kerdil akhirnya terdiam. Ia sama sekali tak bergerak.
Sementara Cipto terbangun dari tidurnya. Wajahnya terlihat payah akibat lembur kerja. Hampir genap setahun ia ngebut mencari duit. Sebab tabungannya cepat menipis gara-gara sering pergi ke dukun. Beberapa tahun sudah Cipto mengira istrinya kesurupan, ada roh jahat yang merasukinya. Kekuatan jahat harus dilawan dengan kekuatan jahat, pikirnya. Ia pun blusukan mencari dukun paling sakti yang bisa menangkalnya. Malangnya tak seorang pun dukun bisa menyelamatkannya, sebanyak Cipto mengeluarkan mahar. Lama-lama ia bangkrut meskipun Cipto rela jatuh miskin agar istri tercintanya sembuh. Walaupun kenyataannya Cipto bolak-balik mengemis pada tetangga untuk mendapatkan beberapa lembar puluh ribuan. Yang ia gunakan untuk membeli beras dan susu. Gajinya telah raib ditelan roh jahat.
Tak hanya istri tapi juga bayi mungil yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena semenjak bayi mungil itu lahir, istrinya menolak kehadiran bayi itu. Kemuculannya seperti tak pernah ada. Hatinya tersayat setiap kali Cipto mendapati istrinya meronta-ronta. Melihat buah hati mereka dengan marah serta jijik seakan bayi mungil itu jelmaan demit atau tuyul. Namun malam kali ini berbeda, istrinya sedang tak kesurupan. Cipto bahagia akhirnya bayi mungil itu berada di dekapan ibunya. Sedang tidur pulas dan tak merengek seperti biasa. Mulutnya penuh dengan susu.
Vieki, lahir di kota marmer Tulungagung bertahun-tahun lalu, adalah seorang penikmat jus buah yang setia. Ia bukan penggemar kopi, melainkan lebih memilih segarnya jus buah. Sebagai seorang fiksionis sastra, Vieki memiliki obsesi dalam membentuk karakter yang unik dan nyeleneh di dalam karyanya.
Waktu luangnya dihabiskan dengan mengisi halaman-halaman kosong dengan corat-coret puisi yang penuh makna. Beberapa karya puisinya bisa ditemui di akun Instagram-nya @viekimulyo. Dengan kreativitas dan ketertarikannya pada dunia sastra, Vieki adalah sosok yang selalu menginspirasi melalui tulisannya.
Komentar