HarianBatakpos.com, JAKARTA – BP: Bubur Suro adalah salah satu warisan kuliner yang menjadi bagian penting dalam merayakan Tahun Baru Islam di Indonesia. Tradisi ini telah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Solo.
Sejarah dan Makna Bubur Suro
Bubur Suro tidak hanya sekadar hidangan, namun juga memiliki nilai sejarah yang dalam. Tradisi ini bermula dari upacara memperingati hari pertama dalam kalender Jawa pada bulan Sura atau Suro, yang bersamaan dengan tanggal 1 Muharam dalam kalender Hijriah umat Islam. Pada masa Sultan Agung, kalender Jawa dikaitkan dengan kalender Hijriah sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan terhadap keagamaan.
Filosofi dan Makna Mendalam
Seperti disadur dari laman TIKTOK @ detik.com, Filosofi di balik bubur Suro mencerminkan rasa syukur kepada Tuhan atas berkah dan rezeki yang diberikan. Berbeda dengan sesajen animistik, bubur Suro adalah lambang spiritualitas dan keagamaan yang harus dimaknai dengan penuh pengertian. Setiap hidangan bubur Suro disajikan sebagai bentuk uba rampe, yang dalam bahasa Jawa mengandung makna untuk memaknai dan menghormati tahun baru yang akan datang.
Tradisi Membuat Bubur Suro
Bubur Suro dibuat dari beras yang dimasak dengan aneka bumbu tradisional seperti santan, serai, dan daun salam. Keunikan rasanya berasal dari penggunaan rempah-rempah yang khas. Setiap daerah memiliki varian tampilan dan lauk yang berbeda, menambah keberagaman dalam penyajian bubur Suro.
Simbolisme dalam Penyajian
Di setiap sajian bubur Suro, terdapat tujuh jenis kacang sebagai simbol keberuntungan dan kelancaran hidup. Tambahan suwiran jeruk Bali dan buah delima menambahkan rasa asam yang unik, melengkapi pengalaman kuliner yang kaya makna ini. Menyantap bubur Suro dengan tujuh jenis kacang tidak sekadar menikmati rasa, namun juga sebagai doa agar hidup selalu diberkati dan lancar.
Kehadiran Bubur Suro di Era Modern
Meskipun zaman terus berubah, tradisi bubur Suro tetap dijunjung tinggi sebagai bagian dari identitas budaya dan agama di Indonesia. Masyarakat terus menjaga kelestarian tradisi ini dengan harapan generasi mendatang dapat mewarisi nilai-nilai keagamaan dan kebersamaan yang terkandung dalam hidangan ini.
Strategi Pemertahanan Tradisi
Untuk mempertahankan keaslian bubur Suro, penting bagi masyarakat untuk terus mengajarkan dan mempraktikkan tradisi ini dalam kehidupan sehari-hari. Melalui penyelenggaraan acara seperti pembagian bubur kepada masyarakat setempat pada 1 Muharam, nilai-nilai kebersamaan dan rasa syukur dapat terus dijunjung tinggi.
Bubur Suro bukan sekadar hidangan, namun sebuah tradisi yang mengandung makna mendalam bagi masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Dalam merayakan Tahun Baru Islam, bubur Suro bukan hanya memuaskan selera, tetapi juga memperkaya nilai-nilai spiritual dan keagamaan. Dengan memahami filosofi dan sejarahnya, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya dan religiusitas yang tercermin dalam setiap sajian bubur Suro.
Komentar