Peristiwa
Beranda » Berita » Kematian Ayi Irmawan Dua Tahun Lalu Belum Diungkap Polrestabes Medan

Kematian Ayi Irmawan Dua Tahun Lalu Belum Diungkap Polrestabes Medan

Irmaliana Harianja ketika ditemui awak media.BP/Reza Pahlevi

Medan-BP: Kinerja Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Medan dinilai tidak profesional. Sebab, kematian seorang mahasiswa bernama Ayi Irmawan yang sudah berjalan dua tahun, tepatnya sejak Selasa 12 Maret 2019, belum juga terungkap.

Informasi yang diterima oleh awak media, kematian Ayi pria berusia 20 tahun ini penuh kejanggalan. Sebab dibagian kepala seperti dipukul dengan benda tumpul. Bahkan bagian belakang telinga sebelah kiri juga terlihat berlubang. Dia juga ditemukan sekarat di kediaman rekannya bernama Nia diseputaran di Jalan Karya Wisata, Kecamatan Medan Johor tepatnya dibelakang toko lontong Almira.

Tidak profesionalnya penyidik Satreskrim Polrestabes Medan diungkap oleh Irmaliana Harianja, kepada harianbatakpos.com, Senin 22 Februari 2021. Ibu dari Ayi meminta agar Polda Sumut mengambil alih kasus ini.

Jasad Siswi Ditemukan Tanpa Busana di Kebun Sawit Mandailing Natal, Pelaku Sudah Ditangkap

“Penyidik Satreskrim Polrestabes Medan tidak profesional menangani kasus kematian anak saya Ayi Irmawan,” ungkapnya.

Menurut wanita berusia 54 tahun ini, anaknya meninggal dengan kondisi luka lebam dibagian kepala dan tubuhnya. Namun, polisi belum juga mempu mengungkapnya.

“Kalau polisi profesional, harusnya mereka bisa mengungkap kasus ini. Memulai dari awal kasus ini. Dimana Ayi ditemukan dalam keadaan sekarat,” tegasnya.

Diceritakan Irmaliana, anaknya adalah Mahasiswa di Kota Medan dan kos di Kota Medan. Dia adalah warga Jalan Pejuang, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura).

Gunung Marapi Erupsi Lagi, Warga Diminta Waspadai Lahar Dingin

Sebelum ditemukan sekarat dan meninggal dunia. Awalnya korban sedang berada di kediamannya. Sedangkan ibunya berada di Kota Medan untuk mengunjungi keluarganya.

Dari seberang telepon, Ayi ditelepon oleh temannya agar segera datang ke Medan karena ada pertandingan tenis meja. Setelah mendapat kabar itu, Ayi menelepon ibunya dan mengaku ingin segera berangkat ke Kota Medan juga.

“Ayi menelepon saya Minggu 10 Maret 2019. Pukul 15:00 WIB. Dia mengaku mau berangkat ke Medan mau tanding tenis meja di kampus, Senin 11 Maret 2019. Dia Dikabari temannya. Dari seberang telepon itu, korban mengaku jika tidak hadir, maka pertandingan dibatalkan dan dia mengaku juga bahwa anak saya ini sudah didaftarkan oleh temannya. Karena ada telepon itulah makanya anak saya berangkat dari Labura menuju ke Kota Medan,” kata Irma.

Ibu korban sebenarnya sudah menahan agar dia tidak berangkat ke Kota Medan. Namun, dia tetap bersikeras. Di berangkat ke Kota Medan. Pukul 24:00 WIB, dihari yang sama. Korban berangkat dari Labura dengan menaiki bus.

Akan tetapi, setelah dia berangkat dari Labura, keesokan harinya, tepatnya 11 Maret 2019, korban tidak memberikan kabar. Bahkan nomor selularnya tidak diangkat meski ada nada masuknya. Setahu sang ibu, jika berangkat dari kediamannya sampai ke Kota Medan kurang lebih pukul 08:00 WIB.

“Anak saya berangkat dari rumah sekira pukul 24:00 WIB, seharusnya sampai di Kota Medan sekira pukul 08:00 WIB. Awalnya pirasat saya menduga bahwa anak saya pasti sedang bertanding tenis meja, karena mereka janji bertanding tenis meja makanya dia datang ke Medan. Namun, herannya saya telepon telepon kenapa tidak diangkat walaupun handphone anak saya aktif,” ungkapnya.

Karena penasaran, Irma terus menelepon nomor handphone anaknya itu. Bahkan dia menelepon sampai larut hari.

“Pukul11:00 WIB, saya telepon anak saya masuk, tapi tidak diangkat sebanyak 10 kali. Pukul 17:00 WIB sore telepon berederinh dan sampai jam 8 kembali saya telepon dan tidak diangkat. Saya mulai curiga. Tidak biasanya anak saya itu seperti ini. Pukul 23:30 WIB barulah handphone itu diangkat dan begitu diangkat dengar suara halo tapi langsung dimatikan. Saya telepon sekali lagi dimatikan. Saya heran dan tidak pernah anak saya begitu,” tuturnya.

Lalu wanita ini kembali menelepon untuk yang berulang kalinya dan dari seberang telepon suara laki laki menjawab dan mengatakan Ayi sedang sakit.

“Ke empat kali itu saya bilang tolong kasihkan handphone anakku dan lelaki itu mengaku bahwa Ayi tidak mau bicara. Saya telepon Kelima kalinya dan saya minta kirim lokasi. Dan pria dari seberang telepon itu terkejut dan dia mengaku terkejut dan mengatakan bukannya ibu dikampung. Lalu saya bilang saya di Medan. Lalu saya menanyakan lelaki itu siapa dan dia menjawab dia adiknya Aldi,” kata Irma.

Dua puluh menit kemudian, masuklah lokasi yang dikirimkan seorang pria dengan menggunakan handphone Ayi atau korban melalui aplikasi WhatsApp. Selain itu, Irma juga meminta agar mereka mengirimkan alamat lokasi melalui pesan singkat (SMS).

“Lalu saya ke lokasi yang dikirim mereka sekitar pukul 23:45 WIB. Yaitu Jalan Karya Wisata, Kecamatan Medan Johor tepatnya dibelakang toko lontong Almira. Disitu saya lihat dimuka kamar kos ada kereta Vario warna merah masih bagus. Saya melihat Ai di kamar kos hanya pakai kolor. Saya lihat anak saya sekarat, badannya penuh luka dan bagian kepalanya terdapat luka lebam,” urainya.

Didalam kamar kos itu, Nia sedang tidak berada ditempat, hanya ada Aldi dan Ade Fitriani. Menurut pengakuan mereka, temannya datang bergantian untuk merawat Ayi. Sedangkan pakaian Ayi basah, makanya dia hanya memakai celana kolor.

“Menurut pengakuan Aldi, kondisi Ayi begitu karena tabrakan dengan anjing. Ayi sampai di kos Nia pukul 05:00 WIB, lalu keluarkan sepeda motor Vario, terus pergi dan tak pulang lagi. Tiba tiba ada orang kampung mengantarkan dan Ayi ke kos Nia. Selain itu, Aldi juga mengaku bahwa sudah sudah membawa ke klinik, tapi saat saya datangi klinik itu, mereka tidak ada menerima pasien bernama Ayi. Ada yang janggal dalam kasus ini,” herannya.

Laman: 1 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *