Medan, HarianBatakpos.com – Korupsi telah menjadi masalah yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan di Indonesia. Keinginan masyarakat agar korupsi bisa diberantas tercermin dalam mural yang menghiasi tembok di Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan. Dalam konteks ini, penting untuk kembali kepada fitrah sebagai bangsa yang berintegritas. Di saat umat berpuasa, kita menyaksikan ironi di mana pejabat masih rakus mencuri dari meja makan rakyat.
Ramadhan seharusnya menjadi waktu untuk introspeksi dan mengingat tanggung jawab kekuasaan. Namun, banyak pejabat yang tetap melanjutkan praktik korupsi, sementara masyarakat berusaha menahan hawa nafsu. “Korupsi adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat,” ungkap penulis. Tindakan ini mencederai fitrah kemanusiaan, di mana manusia seharusnya menjaga amanah, bukan merusak, dilansir dari kompas.com.
Hampir tidak ada sektor yang bebas dari jeratan korupsi. Pendidikan, kesehatan, dan dana sosial sering kali diselewengkan. Modus operandi para pelaku semakin canggih, dan hukum sering kali tertinggal jauh di belakang. “Korupsi kini dianggap wajar, bagian dari sistem,” kata penulis. Ini mencerminkan krisis integritas yang lebih dalam, di mana pejabat yang jujur dianggap aneh.
Kembali kepada fitrah dari korupsi memerlukan pemimpin yang takut pada Tuhan, sistem yang kuat, dan masyarakat yang berani berkata tidak. Kita butuh pemimpin yang menjadikan jabatan sebagai amanah. Sistem yang transparan dan akuntabel akan menutup celah penyalahgunaan kekuasaan. Masyarakat juga harus aktif mengawasi, menolak normalisasi korupsi dalam kehidupan sehari-hari.
Ramadhan harus menjadi momentum untuk membersihkan negeri dari penyakit lama ini. Setiap warga memiliki peran dalam membersihkan sistem yang mungkin terkotori oleh pilihan-pilihan kecil mereka. Kembali ke fitrah bukan hanya soal spiritualitas, tetapi juga soal praktik politik dan hukum.
Komentar