Jakarta, HarianBatakpos.com – Pasar keuangan Indonesia mengalami kepanikan yang signifikan pagi ini akibat memanasnya situasi politik domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah keduanya mengalami penurunan tajam.
“Secara global, kondisi pasar sebenarnya positif karena Federal Reserve (Fed) mulai mengadopsi kebijakan dovish. Namun, ketidakpastian politik domestik kembali mempengaruhi pasar,” ujar Ekonom Senior UI, Telisa Aulia Falianty, dalam wawancaranya dengan CNBC Indonesia pada Kamis (22/8/2024).
Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG mengalami penurunan sebesar 0,38% menjadi 7.526,03. Lima menit setelahnya, IHSG semakin melemah dengan penurunan mencapai 0,76% ke posisi 7.496,89.
Menurut laporan dari Refinitiv, nilai tukar rupiah pagi ini kembali melemah ke atas Rp15.500/US$, turun sebesar 0,13% dari harga penutupan sebelumnya pada Rabu (21/8/2024) yang berada di Rp15.480/US$.
Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru saja mengesahkan sejumlah perubahan dalam RUU Pilkada. Perubahan utama mencakup syarat ambang batas pencalonan pilkada yang hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD. Sementara itu, partai dengan kursi di DPRD harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya.
Selain itu, batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur juga menjadi perhatian. DPR memutuskan untuk mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) daripada Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga batas usia calon gubernur ditentukan pada saat pelantikan calon terpilih.
Keputusan ini telah memicu kemarahan publik yang melonjak. Media sosial dipenuhi dengan protes yang menampilkan gambar burung Garuda dan tulisan “Peringatan Darurat.”
Hari ini, ribuan orang turun ke jalan menuju Gedung DPR/MPR Jakarta sebagai bentuk protes terhadap perubahan tersebut.
Ekonom Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail, menyatakan bahwa ketidakpastian politik saat ini membuat investor khawatir. Ketika DPR membuat keputusan yang berbeda dari MK, ada risiko hasil Pilkada bisa dibatalkan.
“Ketidakpastian politik tinggi, terutama jika DPR berbeda dengan keputusan MK, ada kemungkinan Pilkada bisa diulang,” jelas Ahmad.
“Jika terjadi judicial review ke MK, kemungkinan MK akan membatalkan hasil Pilkada jika keputusan berbeda dengan MK. Ini tentu meningkatkan ketidakpastian politik,” tambahnya.
Komentar