Medan, HarianBatakpos.com – SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru) menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan saat ini. Meskipun dimaksudkan untuk menciptakan pemerataan akses pendidikan, praktiknya justru dapat memperlebar kesenjangan pendidikan di Indonesia. Banyak orang tua berlomba-lomba memasukkan anak mereka ke sekolah unggulan, meninggalkan anak-anak dari keluarga kurang mampu yang bergantung pada sekolah di dekat rumah. Dalam konteks ini, kita perlu mempertimbangkan implikasi dari kebijakan SPMB dan bagaimana hal ini berpotensi menghidupkan kembali stratifikasi pendidikan, dilansir dari SINDOnews.
Ketimpangan Akses dan Kembalinya Sekolah Unggulan
Ketika jalur prestasi diperbesar, pertanyaan yang muncul adalah, “Apakah akses ke pendidikan semakin adil?” Dengan adanya kuota jalur prestasi yang meningkat, sekolah-sekolah favorit kembali menjadi primadona. Hal ini menciptakan ketimpangan akses yang nyata, di mana siswa dari keluarga mampu memiliki keunggulan lebih dalam persaingan akademik. Sekolah-sekolah ini semakin eksklusif, menghasilkan “sekolah unggulan” dan “sekolah buangan.”
Dampak dari Kesenjangan Pendidikan
Kesenjangan ini tidak hanya menciptakan perbedaan dalam kualitas pendidikan, tetapi juga mengakibatkan dampak jangka panjang. Siswa dari keluarga kurang mampu sering kali harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Jika SPMB tidak dikelola dengan baik, kita berisiko menciptakan generasi yang terbelah antara yang berpendidikan baik dan yang tertinggal.
Menjaga Keseimbangan antara Seleksi dan Pemerataan
Penting untuk menemukan keseimbangan antara seleksi dan pemerataan dalam pendidikan. SPMB seharusnya tidak menjadi alat yang memperlebar kesenjangan, tetapi justru menjadi sarana untuk menciptakan akses yang lebih adil bagi semua siswa, terlepas dari latar belakang sosial-ekonomi mereka. Kebijakan afirmatif perlu diperkuat, sehingga siswa dari keluarga kurang mampu dapat memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan berkualitas.
Pendidikan seharusnya menjadi alat untuk menyetarakan kesempatan, bukan justru memperkuat stratifikasi sosial. SPMB perlu dirumuskan dengan mempertimbangkan realitas sosial-ekonomi yang ada. Jika tidak, kita berisiko kehilangan semangat pemerataan pendidikan dan menciptakan generasi yang terpisah oleh kesenjangan pendidikan yang semakin lebar.
Komentar