Medan, HarianBatakpos.com – Nyaris setiap hari selama hampir sebulan berpuasa, perempuan Palestina ini menghabiskan sahur dan berbuka puasa seorang diri di kamar kosnya di Jakarta. Dalam kesunyian itu, ia merindukan tanah kelahirannya, Gaza. Makanan khas Gaza, Fattah Ghazawi, menjadi pengingat akan momen bahagia bersama keluarganya.
Amina, perempuan berusia 31 tahun, telah lima tahun tinggal di Indonesia untuk menyelesaikan pendidikan. Namun, tahun ini, dengan perang yang berkecamuk di Gaza, kesepian bulan Ramadan terasa lebih menyakitkan. “Kadang ketika berbuka, saya menangis sambil berdoa supaya kelak keluarga kami bisa berkumpul kembali,” ungkapnya. Kenangan akan keluarga dan tradisi Ramadan di Gaza membanjiri pikirannya.
Serangan Israel yang menghancurkan Beit Hanoun, kampung halaman Amina, menambah beban emosionalnya. Keluarganya terpisah dan terancam, membuat Amina merasakan ketidakpastian yang mendalam. “Saya tidak tahu apakah keluarga saya masih hidup atau tidak,” katanya. Keberanian dan harapan untuk kembali ke Gaza tetap menyala, meski tantangan yang dihadapi sangat besar, dilansir dari Kompas.com.
Di tengah kesedihan, Amina berusaha menghubungi keluarganya dan mendukung mereka dari jauh. Makanan yang dia masak sendiri menjadi satu-satunya pengingat akan masa-masa bahagia mereka. “Kalau saya bisa bertemu mereka, saya tidak akan pernah lepaskan mereka lagi,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Ramadan di Gaza dan pengalaman Amina menggambarkan betapa dalamnya ikatan keluarga dan tradisi. Meskipun terpisah oleh jarak dan kesulitan, harapan untuk berkumpul kembali selalu ada. “Saya ingin ke Gaza, ingin merawat Baba,” ucapnya, mengekspresikan cinta yang tak terbatas.
Komentar