Opini
Beranda » Berita » Ketika Jalanan Sendiri Mengintimidasi

Ketika Jalanan Sendiri Mengintimidasi

Ketika Jalanan Sendiri Mengintimidasi
Ketika Jalanan Sendiri Mengintimidasi

HarianBatakpos.com – Aku menggenggam erat buku-bukuku, menatap jalan yang ramai dengan mata yang penuh kegelisahan. Setiap langkahku terasa gemetar, seolah-olah tanah yang kusentuh ingin menelan aku utuh. Ini adalah salah satu hari terberatku di sekolah. Hari-hari ini bukanlah sekadar belajar dan berteman, tapi lebih seperti bertahan hidup di tengah lautan kekejaman yang tak berujung.

Saat aku berjalan, tatapan-tatapan menyeringai dan cemoohan bergema di antara kerumunan. Mereka mengumpat, melempar kata-kata yang menusuk hatiku seperti pisau tajam. Aku berusaha menghindari mereka, tetapi mereka seperti bayangan yang tak pernah lepas. Langkahku melambat, ditakuti oleh ancaman yang terus mengintai di setiap sudut.

Di ruang kelas, bukan hanya pena dan buku yang berbicara, tapi juga ejekan dan celaan yang tak pernah berhenti. Mereka menertawakan setiap jawabanku, merobek harga diriku seolah-olah itu adalah hiburan bagi mereka. Rasanya seperti berada di atas panggung, dihadapkan pada penonton yang tidak pernah puas dengan pertunjukanku.

Reformasi Kepolisian Republik Indonesia

Aku pulang ke rumah dengan hati yang hancur. Saat pintu ditutup, air mataku jatuh tanpa henti. Aku ingin melarikan diri dari semua ini, tapi di mana aku bisa pergi? Di sini, di jalanan yang dulu kudambakan, kini telah menjadi penjara yang menakutkan.

Hari demi hari berlalu, tapi siksaan itu tidak pernah berhenti. Aku mencoba untuk bertahan, mencari dukungan dari teman-teman atau bahkan dari guru, tapi apa gunanya? Mereka hanya menyarankanku untuk “berani” atau “mengabaikan” mereka. Mereka tidak tahu betapa sulitnya untuk menepis rasa takut yang menghantuiku setiap saat.

Hingga suatu hari, aku mendapati diriku berada di ambang batas. Aku tidak bisa lagi menahan beban yang terus menerus merusak diriku. Aku perlu mencari jalan keluar, walau itu punya risiko besar.

Dengan hati yang gemetar, aku mengambil langkah pertama. Aku mulai bicara, bukan lagi untuk meminta pertolongan, tapi untuk menegakkan harga diriku sendiri. Aku tidak akan lagi membiarkan mereka menginjak-injak martabatku.

Yos Tarigan, SH,MH: Pembaruan KUHAP Krusial, APH Dapat Kehilangan Dasar Hukum Penahanan dan Proses Hukum Lainnya

Meski langkahku masih ragu, tapi aku terus maju. Aku belajar untuk menghadapi mereka dengan tenang, menunjukkan bahwa kata-kata mereka tidak akan lagi menghancurkan diriku. Ini bukanlah perubahan yang instan, tetapi setiap hari, aku merasa semakin kuat.

Aku mulai menemukan teman-teman sejati, orang-orang yang memahami perjuanganku dan memberiku dukungan yang sungguh-sungguh. Bersama mereka, aku merasa tak sendirian lagi. Kami saling menguatkan satu sama lain, mengubah kelemahan menjadi kekuatan.

Saat aku melangkah keluar dari pintu sekolah, aku tidak lagi merasa gemetar. Aku menatap jalanan dengan penuh keyakinan, siap menghadapi apapun yang akan datang. Kekerasan yang dulu menghantui, kini telah menjadi pelajaran berharga bagiku. Aku belajar untuk tidak menyerah, bahkan di tengah badai terbesar sekalipun.

Sekarang, aku tahu bahwa kekuatan sejati bukanlah tentang seberapa besar fisikmu, tapi seberapa besar ketabahan dan keberanianmu dalam menghadapi tantangan hidup. Dan aku, dengan segala langkah gemetar dan tangis yang tertahan, telah menemukan kekuatan itu di dalam diriku sendiri.

Jalanan mungkin masih terasa menakutkan, tapi aku tahu sekarang bahwa aku punya kekuatan untuk melangkah maju. Meski langkah-langkahku mungkin masih gemetar, aku tahu bahwa aku tidak sendirian. Dan itu, dalam segala kekuatan dan kelemahanku, sudah cukup untuk membuatku tetap berdiri tegak, menghadapi dunia yang terkadang begitu kejam.


Tentang Penulis 

Okta Wulandari, seorang mahasiswa Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Musi Rawas. Selain mengejar pendidikan tingginya, Okta juga aktif dalam dunia seni tari tradisional dan kreasi.

Prestasinya di bidang tari sangat mengesankan, di antaranya meraih Juara 2 dalam Lomba Tari Daerah Islami tingkat Provinsi Sumsel, Juara 1 dalam Lomba Tari Kreasi Tradisi tingkat Provinsi Sumsel, serta Juara Harapan 1 dalam Lomba Tari Kreasi Tradisi yang sama. Tidak hanya itu, Okta juga berhasil meraih Juara 1 dalam Lomba Tari Kreasi Festival Gendang Melayu tingkat Kota Lubuklinggau.

Selain menjadi sosok yang berprestasi dalam bidang seni, Okta juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kasus bullying. Dia aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan advokasi untuk mencegah dan mengatasi kasus bullying di lingkungan sekitarnya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *